Makassar, Sonora.ID - Masyarakat Makassar dan Bugis di Sulawesi Selatan seharusnya patut berbangga karena memiliki peninggalan berharga yakni aksara Lontarak atau Lontara.
Lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis dan Makassar pada masa lalu. Bentuk aksara lontara menurut mendiang budayawan Prof Mattulada (alm) berasal dari “sulapa eppa wala suji”.
Wala suji berasal dari kata wala yang artinya pemisah/pagar/penjaga dan suji yang berarti putri. Wala Suji adalah sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat.
Sedangkan sulapa eppa berarti empat sisi adalah bentuk mistis kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang menyimbolkan susunan semesta, api-air-angin-tanah.
Baca Juga: Unhas Terima Bantuan 4.000 Alat Rapid Test Dari Gubernur Sulsel
Huruf lontara ini pada umumnya dipakai untuk menulis tata aturan pemerintahan dan kemasyarakatan. Naskah ditulis pada daun lontar menggunakan lidi atau kalam yang terbuat dari ijuk kasar (kira-kira sebesar lidi).
Namun seiring peradaban serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, aksara lontara kini mulai terpinggirkan. Bahkan di daerah asalnya Sulawesi Selatan, aksara lontara tak lagi familiar oleh masyarakat.
Atas kondisi tersebut, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Sulsel bertekad akan mengembalikan kejayaan aksara lontara. Salah satu upayanya adalah dengan menggelar konferensi internasional bertajuk Festival Aksara Lontara 2020.
Kepala DPK Sulawesi Selatan, Mohammad Hasan Sijaya mengatakan, aksara lontara adalah buah dari pemikiran nenek moyang yang perlu dilestarikan.
Baca Juga: Seakan Tak Kapok, China Gelar Festival Daging Anjing di Tengah Pandemi