Find Us On Social Media :
Anggota DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono (Sonora FM Jakarta/ Lia Muspiroh)

Perkantoran Jadi Klaster Covid-19, DPRD DKI Jakarta: Pengawasan dari Pemprov Nyaris Tidak Ada

Lia Muspiroh - Senin, 27 Juli 2020 | 18:25 WIB

Sonora.ID - Berkaitan dengan perkantoran yang menjadi klaster penyebaran Covid-19, sebelumnya Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta Andri Yansah mengatakan karyawan yg terpapar Covid-19 harus diliburkan dan mendapat penanganan khusus tidak boleh di PHK dan hak-haknya harus tetap dipenuhi.

Sementara untuk kantornya harus ditutup selama 3 hari untuk dilakukan desinfeksi.

Sedangkan untuk perusahaan yang tidak mampu melakukan rapid test atau swab test secara mandiri akan ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

Sementara itu, anggota DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai pengawasan yang seharusnya dilakukan Pemprov DKI Jakarta terhadap kantor-kantor yang beroperasi nyaris tidak ada, padahal Pemprov sudah mengeluarkan kebijakan terkait jam masuk dan kapasitas 50%.

Gembong mengatakan kebijakan yang sudah dibuat harusnya tidak hanya dilemparkan ke publik tapi juga membutuhkan pengawasan yang ketat.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Jakata Melonjak, Ini Daftar 25 Kelurahan Dengan Infeksi Tertinggi

"Kebijakan kan sudah dikeluarkan oleh Pemprov kebijakan shift kan, artinya jam kantornya diatur sehingga akan menghindari pertemuan penumpukan karyawan dalam mobilisasi kantor. Dan itu apakah berjalan? Koncinya soal pengawasan sekali lagi. Jadi sekali saya katakan semua itu koncinya adalah soal pengawasan"

"Kebijakan yang sudah dikeluarkan itu jangan hanya dilemparkan ke publik, tapi membutuhkan pengawasan yang ketat," ucap Gembong.

Gembong membeberkan jika pengawasan bahkan bisa dikatakan nyaris tidak ada.

"Kalo cuma kurang masih mendingan. Kalo saya bilang nyaris tidak ada," tambah dia.

Lebih lanjut, Gembong mengatakan pengawasan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta justru ketika sudah muncul kasus, baru perangkat Pemprov diturunkan.

Gembong menyebut sama halnya dengan kasus sebelumnya yaitu klaster pasar tradisional.

Menurutnya ketika kebijakan diluncurkan harus diikuti dengan pengawasan dan kontrol di lapangan agar kebijakan berjalan dengan efektif.

Baca Juga: Pasangan Muda-mudi Berhubungan Intim di Hotel Jadi Tontonan Warga, Gara-gara Lupa Tutup Gorden