SONORA.ID - Perpustakaan Nasional RI terus mendorong pegawainya agar dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi instansi, memberikan dampak yang dirasakan oleh masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, peran dan fungsi Perpusnas baik sebagai pembina perpustakaan di seluruh Indonesia maupun layanan langsung yang diberikan kepada masyarakat harus bisa dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan.
Kepala Perpustakaan Nasional RI Muhammad Syarif Bando menyatakan pengakuan atau testimoni dari seluruh pemangku kepentingan dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja Perpusnas dalam percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi.
Hal ini disampaikan Syarif Bando dalam workshop Peningkatan Kualitas Agen Perubahan Perpustakaan Nasional RI yang diselenggarakan secara tatap muka dan virtual pada Selasa (24/11/2020).
Menurut Syarif agen perubahan harus menjadi figur, pionir, dan inspirator dalam perubahan yang dilakukan Perpusnas. Mereka didorong untuk berupaya memajukan Perpusnas di segala lini dan memiliki talenta serta menjadi teladan dalam setiap hal. Karenanya, agen perubahan dan seluruh pegawai harus mengalami reformasi mental mengenai birokrasi dan tugas sebagai abdi negara dan masyarakat. Pegawai didorong agar tidak bekerja sekenanya dan berdedikasi penuh.
“Kalau di dalam tubuh seorang ASN Perpustakaan Nasional tidak pernah menyadari bahwa dia adalah orang terhormat yang diberikan kesempatan oleh negara dengan seluruh aspek kehidupannya difasilitasi oleh negara, ini tidak tertanam, dan kemudian muncul niat untuk asal datanglah, asal inilah, maka ini adalah cikal bakal dari pada susahnya kinerja perpustakaan naik,” kata Syarif dalam keterangan resmi yang diterima Redaksi Sonora.Id
Agen perubahan sebagai bagian dari pelaksanaan reformasi birokrasi di Perpusnas harus bisa mengomunikasikan paradigma baru mengenai perpustakaan sebagai pusat informasi dan ilmu pengetahuan. Ini harus dilakukan baik secara internal di antara pegawai maupun eksternal yakni kepada masyarakat umum.
“Maka kepada seluruh agen perubahan milikah wawasan, pandangan yang luas untuk tidak sekadar bicara agen perubahan di lingkungan Perpustakaan Nasional. Bagaimana mengubah paradigma perpustakaan abad ke-18 yang hanya terfokus pada management collection, kemudian berpindah ke abad-19 hanya berfokus pada management knowledge, tetapi kini adalah eranya transfer knowledge di abad 21, di mana kita bersaing dengan sejumlah start-up penyedia jasa informasi,” ujarnya.
Sementara itu, pewara Hilbram Dunar yang menjadi salah satu pembicara menyatakan idealnya, seorang agen perubahan harus bisa melaksanakan komunikasi asertif. Pesan positif maupun negatif, ujarnya, harus bisa diterima dengan baik oleh orang lain. Dalam menyampaikan pesan, agen perubahan harus memenuhi dua kriteria utama yakni dipercaya dan meyakinkan.
“Bukan materi pelajarannya, tapi siapa pengajarnya. Karena itu Anda harus punya kemampuan diterima dengan baik, dipercaya dan bisa meyakinkan karena ada kemampuan komunikasi yang baik,” kata Hilbram.
Hilbram menegaskan vokal dan bahasa tubuh menjadi unsur penting untuk mencapai hal tersebut. Hilbram mengingatkan agar menjaga artikulasi suara, kecepatan berbicara, olah pernafasan, dan selalu tersenyum agar vokal bisa didengar dengan baik oleh audiens. Selain itu, bahasa tubuh dipastikan selalu terjaga untuk mendapatkan perhatian orang lain atau audiens.
Sementara itu Ketua Tim Reformasi Birokrasi Perpusnas Sri Marganingsih menyatakan reformasi birokrasi dilakukan untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.
Reformasi birokrasi diharapkan meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja, meningkatkan kualitas, dan profesionalisme SDM Perpusnas.
"Seorang agen perubahan harus mampu mengomunikasikan program kegiatan, menjadi penggerak perubahan, serta menjadi pegawai yang menginspirasi dan memberikan manfaat positif bagi sesama," kata Marganingsih.