Makassar, Sonora.ID - Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah dan Pj Walikota Makassar, Rudy Djamaluddin memenuhi panggilan klarifikasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Pemanggilan tersebut atas dugaan tidak netral yang dilaporkan tim hukum pasangan calon nomor urut 1 di Pilwali Kota Makassar, Danny Pomanto- Fatmawati Rusdi.
Ketua Bawaslu Makassar, Nursari mengatakan keduanya memenuhi panggilan untuk memberikan klarifikasi. Proses klarifikasi tersebut berlangsung melalui daring.
"Tadi sudah diklarifikasi di zoom, inikan ada laporan masyarakat kebetulan Pj dan Gubernur berstatus sebagai terlapor. Maka kami klarifikasi sekaitan dengan pelaporan itu," kata Nursari, Rabu (25/11/2020).
Dia enggan menjabarkan lebih detail pokok pembicaraan dengan Pj Wali Kota Rudy dan Gubernur Nurdin terkait dengan pemanggilan tersebut.
"Kalau soal keterangan saya tidak bisa sebarkan," ungkapnya.
Sebelumnya, Tim hukum Mohammad Ramdhan 'Danny' Pomanto-Fatmawati Rusdi, Ahmad Rianto melaporkan Sekretaris Camat (Sekcam) Ujung Tanah Andi Syaiful ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Makassar.
Pelaporan tersebut ihwal netralitas Aparat Sipil Negara lantaran dinilai ikut dalam kontestasi politik di Makassar.
Berdasarkan rekaman yang beredar luas, mereka disinyalir telah menyusun agenda untuk memenangkan salah satu calon kontestan Pilkada Makassar.
Pasalnya, Sekcam Ujung Tanah menyebut nama Gubernur Sulsel dan Pj Wali Kota Makassar sebagai bagian yang memberi instruksi untuk memenangkan salah satu kandidiat Pilkada.
Menurut Ahmad, keterlibatan mereka dalam kontestasi politik didukung sejumlah bukti rekaman suara yang mengarahkan pemilih agar mendukung salah satu Paslon.
“Kami berharap Bawaslu dapat melakukan pekerjaan serius karena berkaitan dengan netralitas ASN. Saya kira apa yang dilakukan Sekcam bisa jadi atas instruksi atasan,” pungkasnya.
Padahal, kualitas demokrasi di dalam penyelenggaraan pilkada turut dipengaruhi oleh sejauh mana ASN dapat menjaga netralitasnya.
Persoalannya, ASN justru kerap kurang dapat menjaga netralitas mereka di dalam kontestasi politik dengan berbagai alasan.
Akibatnya, demokrasi yang berkualitas yang diharapkan dapat tercipta melalui sebuah proses kontestasi, berpotensi tercoreng.