SONORA.ID - Simbol peradaban suatu bangsa adalah karya-karya dan peninggalan masa lampaunya. Sebuah negara dikatakan berperadaban tinggi jika bisa mendapatkan semua sumber-sumber peninggalan jejak rekam pendahulu atau leluhurnya.
Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando mengatakan kekuatan peradaban sebuah bangsa ada pada karya yang tersimpan di institusi peradabannya.
“Untuk itu penting kesadaran untuk melestarikan karya anak bangsa di perpustakaan,” ujar Syarif Bando dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, (11/12/2020).
Dalam peran melindungi hak cipta melalui Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR), tugas Perpusnas adalah menyiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia yang memadai, membangun kerja sama dengan mitra kerja Perpusnas terkait pendayagunaan, serta menampilkan karya anak bangsa dalam persaingan global.
Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas Ofy Sofiana menyatakan pelaksanaan SSKCKR juga memberikan jaminan keamanan dan keselamatan dari bahaya, baik yang ditimbulkan oleh alam maupun manusia. Dalam UU SSKCKR, penerbit dan produsen karya rekam diwajibkan menyerahkan hasil karya cetak dan karya rekamnya ke Perpusnas.
Perpusnas berperan dalam memberikan perlindungan terhadap karya rekam dan karya cetak anak bangsa dari penyalahgunaan atau pelanggaran hak cipta. Perlindungan itu diberikan melalui Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR).
“Karya cetak dan karya rekam merupakan hasil budaya bangsa yang memiliki peran strategis dan penting, yakni sebagai salah satu tolok ukur kemajuan intelektual bangsa, sebagai referensi dalam bidang pendidikan dan pengembangan iptek, dan karya cetak rekam ini juga sebagai alat telusur terhadap catatan sejarah jejak peradaban suatu bangsa. Maka kita semua sepakat itu harus dilestarikan,” kata Ofy.
Sementara itu, Ketua Umum Karya Cipta Indonesia (KCI) Dharma Oratmangun mengungkapkan kesadaran kolektif masyarakat tentang perlindungan hak cipta di Indonesia, khususnya para pemilik hak cipta cenderung rendah.
Adanya UU SSKCKR itu, kata dia, merupakan bukti kehadiran negara dan peran strategis Perpusnas dalam perlindungan hak cipta dan dan upaya menjaga peradaban.
"Kesadaran untuk membukukan, untuk mendata, dan lain sebagainya masih belum terlaksana dengan baik,” kata Dharma.
Pengamat musik Bens Leo mengatakan salah satu musisi Tanah Air, yakni Didi Kempot juga mengalami persoalan karya tidak terdata dengan baik.
Oleh karena itu, Bens mengapresiasi kehadiran Perpusnas yang siap menerima karya-karya para penulis maupun musisi untuk disimpan secara gratis.
“Ada berapa karya video yang tidak terdata oleh keluarganya maupun oleh institusi yang kaitannya dengan hak cipta. Itu sebuah catatan bagaimana karya-karya para penulis atau penyanyi Indonesia dalam rangka menciptakan karya sendiri, ternyata tidak terdata dengan baik, tidak tersimpan dengan baik,” pungkas Bens.