Find Us On Social Media :
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi (Hendi) terlihat menabuh beduk di Masjid Agung Kauman Semarang dalam gelaran tradisi Dugderan di Kota Semarang, Minggu (11/4/2021) (Humas Pemkot Semarang)

Tradisi Dugderan Khas Semarang Tetap Berjalan Dengan Prokes Ketat

Iyeng Veda - Selasa, 13 April 2021 | 15:10 WIB

Semarang, Sonora.ID - Dugderan, merupakan tradisi menyambut datangnya bulan Ramadhan di Semarang yang sudah ada sejak tahun 1881. Tradisi Dugderan bahkan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan Republik Indonesia.

Oleh karena itu, mengingat Dugderan telah menjadi bagian dari sejarah panjang masyarakat di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, tradisi itu pun diputuskan Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi tetap berjalan, meski masa Pandemi COVID-19 belum usai.

Meskipun tradisi tersebut tetap berjalan, Wali Kota Semarang yang akrab disapa Hendi itu melakukan beberapa penyesuaian dalam pelaksanaannya.

Baca Juga: 5 Hal yang Bisa Mengurangi Pahala Berpuasa, Salah Satunya Impulsif

Prosesi Dugderan 2 tahun terkahir ini dijalankan secara sederhana dari Balaikota Semarang menuju Masjid Agung Kauman Semarang, mengingat pandemi belum berakhir.

Sedikit informasi mengenai tradisi yang sudah cukup tua ini, awalnya adalah untuk memberikan kabar kepada masyarakat tentang dimulainya puasa bulan Ramadhan. Sebab, saat itu sering terjadi perbedaan mengenai hari pertama puasa.

Istilah Dugderan diambil dari bunyi beduk dan suara meriam, yaitu “dug” dan “der” yang ditabuh dan disulut oleh Bupati Semarang kala itu. Kedua bunyi itulah yang menandai dimulainya puasa pada keesokan harinya.