Sonora.ID - Kebijakan pemerintah AS dalam mengatasi krisis pandemi Covid-19 dengan memberikan stimulus jumbo terbilang cukup berhasil membawa angin segar pada perekonomian, tercermin dari inflasi meningkat di bulan April 2021 sebesar 4,2% dari bulan sebelumnya sebesar 2,6%.
Namun, ketika perekonomian bergerak terlalu cepat pelaku pasar khawatir akan terjadinya Taper Tantrum.
Apa itu Taper Tantrum?
Taper tantrum, merupakan gejolak pasar keuangan akibat Bank Sentral (The Fed) mulai mengetatkan kebijakannya seperti meningkatkan suku bunga acuan, dan mengurangi stimulus (Quantitative Easing), sehingga memicu terjadinya capital outflow di negara-negara emerging market.
Baca Juga: IHSG Kembali Menuju 6.000! Inflasi dan Kegiatan Ekonomi Menjadi Motor
Kilas balik pada tahun 2013, ketika perekonomian AS mulai terlihat pulih setelah terjadi krisis ekonomi besar-besaran dari tahun 2008. Kemudian the Fed mengisyatkan untuk menghentikan kebijakan ultra longgar. Setelah dua tahun menanti, The Fed pun akhirnya menaikkan suku bunga di akhir tahun 2015.
Pada waktu itu selama dua tahun pasar keuangan dunia menghadapi kegalauan ketidakpastian suku bunga acuan AS, sehingga banyak pelaku pasar memborong dollar dengan harapan bisa meraup untung ketika suku bunga acuan naik.
Taper tantrum pun terjadi akibat permintaan dolar AS yang semakin meningkat, membuat mata uang negara lainnya melemah termasuk rupiah, bahkan rupiah kala itu dikisaran Rp9000/US$, terkontraksi menembus level Rp13.000/US$ di akhir tahun 2015.