Find Us On Social Media :
Konferensi Pers Virtual HUT ke 22 SP PLN Group, Rabu (15/9/2021) (SP PLN Group)

Federasi Serikat Global Mendukung Serikat Pekerja PLN Group Tolak Holdingnisasi dan Privatisasi

Jumar Sudiyana - Rabu, 15 September 2021 | 15:43 WIB

Jakarta, Sonora.Id - Sekretaris Jenderal Pegawai PT Indonesia Power (PPIP), Andy Wijaya mengatakan Serikat Kerja PLN Group tidak sendirian dalam menolak holdingnisasi terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uang (PLTU), serta upaya privatisasi/ IPO terhadap usaha ketenagalistrikan yang saat ini masih dimiliki oleh PT PLN (Persero) dan anak usahanya.

Hal itu disampaikan Andy Wijaya dalam konferensi pers virtualnya bersamaan dengan ulang tahun ke-22 SP PLN Group di Jakarta, Rabu (15/9/21)

Menurut Andy salah satunya diperlihatkan dengan surat yang disampaikan Public Services International (PSI), sebuah federasi serikat global yang beranggotakan lebih dari 700 serikat pekerja yang mewakili 30 juta pekerja di 154 negara yang konsisten memperjuangkan penguasaan public pada "public goods" dengan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo.

"SP PLN Group sudah sampaikan penolakan terhadap holding yang disertai surat bersama ke presiden. Lalu berikutnya sekarang ada dukungan internasional yang meminta Presiden untuk memikirkan kembali program holdingnisasi dan privatisasi terhadap aspek aspek ketenagalistrikan," kata Andy.

Andy mengatakan bahwa penolakan lembaga internasional itu masih dalam rangkaian penolakan SP PLN Group terhadap langkah holdingnisasi dan privatisasi tersebut. 

Seperti diketahui sebelumnya Gabungan Serikat Pekerja PT PLN (Persero), Persatuan Pegawai PT Indonesia Power, dan Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa Bali menolak rencana menjadikan PT Pertamina Geothermal Energy sebagai holding panas bumi.

Menurut Andy Wijaya, jika merujuk pada pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi terkait dengan putusan judicial review UU Ketenagalistrikan disebutkan bahwa untuk usaha ketenagalistrikan yang menjadi holding company adalah PT PLN (Persero).

Dalam putusan itu Mahkamah berpendapat, jika PLN masih mampu dan bisa lebih efisien, tidak ada salahnya tugas itu tetap diberikan kepada PLN, tetapi jika tidak, maka dapat berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau BUMD dengan PLN sebagai holding company.

Sementara itu, Serikat Pekerja (SP) PLN dalam diskusi virtual sekaligus peringatan HUT ke 22, Ketua SP PLN Abrar Ali mengatakan, kebijakan revisi tarif ekspor impor listrik PLTS Atap yang sedang dibahas pemerintah, akan sangat merugikan PLN jika aturan tersebut betul-betul diterapkan. 

“Sikap SP PLN adalah jika jadi pemburu, berburulah di padang rimba, jangan di kebun binatang. Bukalah usaha-usaha lain yang lebih produktif, jangan membebani PLN. PLN ini sudah berat, utangnya saja sudah Rp496 triliun, jadi kalau bisa jangan dibebani lagi dengan transaksi-transaksi yang lain, yang nanti juga akan membebani PLN dan keuangan negara kita,” ujar Abrar.

Serikat Pekerja PLN berharap revisi Permen ESDM 49/2018 tidak terjadi, karena nanti pada ujungnya transaksi-transaksi yang terjadi itu PLN yang harus memikul bebannya, bahkan negara yang harus menanggung melalui subsidi.