Sonora.ID - Di masa kepemimpinannya, Presiden Jokowi telah memerintahkan percepatan reforma agraria.
“Reforma Agraria diartikan sebagai suatu kegiatan yang merupakan proyek strategis pemerintah yang mengembalikan penataan penguasaan pemilikan termasuk pemanfaatan dan penggunaan tanah yang lebih berkeadilan nantinya ada manfaat yang akan diperoleh masyarakat,” jelas Dr. Andi Tenrisau Dirjen Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN dalam siaran Radio Sonora ‘Sistem Digitalisasi Pertanahan Agraria Berkelanjutan’ (28/9/21).
Kegiatan ini sudah berlangsung sejak 1961 hingga tahun 2014 dan target finalnya adalah tidak sebatas kuantitas atau jumlah, melainkan penjaminan hukumnya.
“Beberapa waktu lalu sudah diserahkan sertifikat sebanyak 124.120 bidang,” tutur Andi.
Baca Juga: Sumsel Adalah Daerah Agraris, Gubernur: Perlu Dibentuk BUMD Agrobisnis
Percepatan jumlah tersebut tidak lepas dari rekognisi kepada staf presiden, Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, bupati dan gubernur, serta kerjasama dengan Civil Society Organization (CSO).
Namun, pelaksanaan ini tidak jauh dari kata evaluasi.
Evaluasi pertama berkaitan dengan kelembagaan.
Hal ini dikarenakan pada Peraturan Presiden 86, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih di bawah koordinasi Menteri Koordinator Perekonomian.
Sementara itu, KLHK saat ini berada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi.
Evaluasi kedua adalah substansi.
Baca Juga: Peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang, Sutarmidji Apresiasi BPN Kalbar