Find Us On Social Media :
Ilustrasi memeluk diri sendiri. (Netflix/It's Okay to Not Be Okay)

Perlukah Mengakui Kondisi Diri yang Sedang 'Tidak Baik-Baik Saja?'

Intania Ayumirza Farrahani - Rabu, 22 Desember 2021 | 11:36 WIB

Sonora.ID – Sebagai manusia, hampir mustahil jika kita tidak pernah merasakan sedih, kecewa, malu, marah, atau emosi negatif lainnya. Emosi-emosi ini sering kali didegradasi dan diasosiasikan dengan keburukan.

Oleh karena itu, kemudian muncul kata-kata seperti “jangan menangis”, “stop mengeluh, itu belum seberapa”, “ayo coba lihat sisi positifnya”, dan sebagainya yang sering kita dengar dari diri sendiri atau lingkungan sekitar.

Kalimat-kalimat itu memang bertujuan baik—untuk menenangkan, memberi semangat—tapi, tahukah Anda bahwa imbasnya tidak sebaik yang dibayangkan?

Baca Juga: Selamat Hari Ibu, Ini Zodiak yang Paling Penyayang dan Keibuan

Tanpa disadari, kalimat-kalimat yang terkesan positif tersebut dapat menjadi ‘racun’ bagi orang yang menerimanya. Fenomena ini disebut sebagai toxic positivity.

Mengutip penerangan dari Right as Rain by UW Medicine, toxic positvity adalah kondisi di mana seseorang mengabaikan emosi negatif, lantas mengambil jalan yang salah dalam upaya menghibur hati karena tidak melibatkan empati.

Sederhananya, tak peduli betapa sulit situasi yang dialami seseorang, ia dianjurkan atau dipaksa untuk tetap berpikir positif.

Baca Juga: 6 Ciri Kamu Berada di Toxic Relationship, Segera Perbaiki atau Akhiri!

Toxic positivity hadir dari orang-orang yang sejatinya tak begitu paham cara merespons kondisi sulit yang dialami oleh dirinya sendiri maupun orang lain.