Sonora.ID - Krisis iklim yang kian mengancam seluruh kehidupan di bumi mendesak tiap negara untuk melakukan aksi nyata guna menanggulangi dampak terburuknya.
Beredar prediksi yang menyatakan kalau tahun 2050 mendatang merupakan tahun terakhir untuk melakukan perubahan yang memihak pada lingkungan.
Oleh karenanya, tiap pemangku kepentingan perlu mengubah aktivitas bisnisnya yang tidak ramah lingkungannya sejak awal.
Bahkan terhitung sejak diratifikasinya Perjanjian Paris pada tahun 2015, upaya penyelamatan bumi ini sudah dianggap 'terlalu terlambat'.
Indonesia merupakan salah satu negara yang turut dituntut untuk mencapai target emisi rendah karbon sebagaimana yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.
Baca Juga: Peneliti INDEF: Transisi Energi EBT Lebih Baik Alon-Alon Asal Selamat
Merespons hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berusaha mencapai target Perjanjian Paris, salah satunya dengan mengembangkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Hal ini disampaikan oleh Andriah Feby Misna selaku Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam siaran Radio Sonora 'Pengelolaan Energi Baru Terbarukan' (20/1/22).
Mengacu pada Undang-Undang Energi 30 Tahun 2007, Feby mengatakan, "energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber energi terbarukan atau yang bisa diperbaharui. Contohnya energi surya, angin, air, panas bumi, dan juga dari bio energi seperti tanaman dan sampah".
Sementara itu, energi baru adalah semua energi yang berasal dari teknologi pengolahan sumber energi yang baru.