Find Us On Social Media :
Ilustrasi korupsi ()

Aturan Pemberantasan Korupsi di Indonesia Belum Bisa Bersifat Humanis

Jati Sasongko - Sabtu, 29 Januari 2022 | 14:55 WIB

Palembang, Sonora.ID - Jaksa Agung, ST Burhanuddin menyampaikan rencana langkah, penyelesaian hukum untuk kasus korupsi dengan nominal di bawah Rp 50 juta tidak perlu diproses hukum.

Kasus itu dapat diselesaikan dengan cara pengembalian uang ke negara saja.

Menanggapi hal tersebut Dedeng Zawawi, S.H., M.H, Pengamat Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya kepada Sonora (28/01/2022) mengatakan bahwa bila dilihat dari fenomena korupsi di Indonesia dan korupsi yang ada, aturan itu tidak memiliki efek pencegahan walaupun dengan beberapa pertimbangan dikeluarkan aturan jaksa agung tersebut.

“Beberapa catatan korupsi yang bertentangan dengan aturan ini. Korupsi itu merupakan tindak pidana, kejahatan yang sulit diberantas. Modus pelaku korupsi semakin canggih mengikuti perkembangan zaman. Dalam mengeluarkan aturan perlu melihat akibat korupsi sangat tersistem matis, berdampak pada perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Dari modus korupsi, tidak hanya peluang yang digunakan tetapi ada niat, kesempatan dan tujuan sehingga marak korupsi di Indonesia.

Baca Juga: Kapolda Sumsel: Polri Berkomitmen Memberantas Korupsi di Indonesia

Akibatnya budaya korupsi sudah merajalela, hal ini dapat dilihat dari banyaknya operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK.

Namun korupsi masih saja terjadi oleh orang-orang yang punya jabatan dipemerintahan.

Dikeluarkannya peraturan ini dapat membuat penegakan hukum jadi sumir dan jadi kabar kembira bagi para koruptor. Jaksa agung perlu segera meralat pernyataanya dan berpegang teguh pada SOP korupsi yang telah diatur oleh UUD tipikor.

“Pemberlakuan aturan ini belum relevan karena untuk korupsi belum bisa pada tahap ujicoba, missal mengeluarkan aturan kebijakan yang bersifat humanis untuk memberantas korupsi. Indeks korupsi di Indonesia terus meningkat,” tukasnya.