Find Us On Social Media :
Menteri Pendidikan dan Ristek Dikti Nadiem Makariem dalam sebuah kegiatan Hari Baca Internasional yang diselenggarakan Perpusnas, Rabu (2/2/22) (Istimewa)

Nadiem Makariem: Read Aloud, Cara Mudah Kembangkan Literasi Anak Sejak Dini

Jumar Sudiyana - Rabu, 2 Februari 2022 | 19:19 WIB

Jakarta, Sonora.Id — Komunitas Read Aloud Indonesia (RAI) bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) mengadakan peringatan Hari Baca Nyaring se-dunia atau World Read Aloud Day (WRAD) 2022.

Read Aloud (membacakan nyaring) adalah sebuah aktivitas membacakan cerita kepada anak secara rutin dan terus menerus yang berdampak membuat anak biasa mendengar, mau membaca dan akhirnya bisa membaca.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadi-em Makarim mengatakan aktivitas read aloud sangat penting untuk membangun pengetahuan yang dibutuhkan ketika membaca.

“Dengan baca nyaring hubungan anak dengan orang tua semakin dekat. Kemampuan berbahasa semakin terasah,” ucap Nadiem mengawali kegiatan peringatan WRAD 2022 di Perpustakaan Nasional, Rabu, (02/02/2022).

Nadiem menambahkan, melalui metode read aloud orang tua memberikan contoh cara membaca yang baik, benar, lancar, fasih, dan bermakna. Melihat orang tuanya bercerita, secara tidak langsung anak akan mendapatkan banyak kosakata yang merupakan modal bagi anak untuk bisa berbicara, membaca, dan menulis.

Baca Juga: Menteri Nadiem Minta Pelaksanaan Asesmen Nasional dengan Prokes yang Ketat

Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen Kemendikbud, Jumeri, menambahkan saat ini aspek literasi dan numerasi menjadi bagian dari strategi pengajaran dan penguatan dalam belajar. Kami akan menjadikan kegiatan membaca menjadi menyenangkan dan berkesan.

“Strategi kami, sebelum memulai aktivitas belajar, guru bisa membacakan cerita dan siswa menyimak. Lain waktu bergantian,” tambah Jumeri.

Sementara itu, Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando, menjelaskan kenapa membaca itu penting? Karena tulisan itu memonopoli kebenaran.

“Invasi secara pemikiran bisa lebih dahsyat seribu kali lipat daripada perang fisik,” ujar Syarif Bando.

Bahkan, kondisi di masa awal kemerdekaan angka melek aksara masyarakat Indonesia baru 2%. Maka dari itu, fokus pembangunan di awal kemerdekaan pada pemberantasan buta huruf.