Jakarta, Sonora.Id - Pesta demokrasi lima tahunan tinggal dua tahun lagi, para elite politik terus bergerilya dan bermanuver untuk mencari dukungan rakyat dan dukungan dari partai politik. Bila tidak dsikapi dengan bijaksana, tahun-yahun kekerasan ada didepan mata. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat penting dalam menyikapi demokrasi secara dewasa, karena intisari sebuah demokrasi adalah kesejahteraan rakyat bukan ambisi pribadi atau kelompok.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum DPP Lembaha Dakwah Islamiyah Indonesia (LDII) KH Chriswanto Santoso dalam acara buka puasa bersama dengan jajaran pengurus LDII dan awak media di Kantor DPP LDII, Jakarta Pusat, Senin (18/4/22)
Menurut Chriswanto tahun politik jelang pemilu 2024 adalah tahun yang penuh emosional dan ini menjadi sesuatu yang penting untuk pengendalian diri. Terlebih dibulan Ramadhan seperti saat ini.
"Dalam situasi yang tidak menentu seperti saat ini, hal-hal yang dianggap tidak adil dan tidak memihak rakyat jangan dilawan dengan emosi dan tindakan kekerasan," ujar Chriswanto.
Baca Juga: Pemkot Bandung Terima Bantuan 150 Baju Hazmat dari LDII Kota Bandung
Ia mengajak seluruh elemen bangsa, baik pemerintah maupun seluruh rakyat bahu mambahu melakukan gerakan politik kenegaraan dalam bingkai moralitas. Kebebasan individu dalam bingkai demokrasi bertujuan mensejahterakan rakyat, tetapi tanpa moralitas kebebasan itu akan bertabrakan dengan kebebasan orang lain. Selain itu manusia dengan moralitas tinggi akan mampu mengendalikan dirinya.
"Momentum bulan Ramadhan bisa dipakai untuk belajar mengendalikan diri dan mengikuti aturan yang digunakan untuk kesepakatan bersama, karena taat peraturan artinya menjadi ciri masyarakat berdemokrasi dan beradab" tegas KH Chriswanto.
Manusia dengan moralitas luhur, menurut mantan politisi Golkar Jawa Timur itu sejatinya akan melahirkan pribadi yang mampu mengendalikan diri, sementara sikap emosional dan amarah justru menghilangkan nilai-nilai luhur demokrasi.
Selain itu kegaduhan di tahun politik mencerminkan bahwa bangsa ini memiliki banyak politisi tapi miskin leadership atau kemepimpinan. Politisi biasa dan politisi yang memiliki leadership berbeda.
"Politisi biasa selalu memiliki program jangka pendek sehingga lima tahun kedepan terpilih lagi, sedangkan politisi yang memiliki leadership akan mengutamakan program jangka panjang dan demi tercapainya kesejahteraan dan menyiapkan pemimpin selanjutnya," ujarnya.