Yogyakarta, Sonora.Id - Sedini usia dua puluhan, Sindhunata telah mengakrabi kata-kata. Sejak menjadi wartawan Harian Kompas, ia kian dekat dengan peristiwa sosial dan kehidupan masyarakat. Sebagai seorang jurnalis, Sindhunata bukan menyajikan semata berita, namun ia menjadikan laku menulis sebagai media untuk memotret kehidupan dan menyampaikan gugatan atas berbagai persoalan di sekitarnya.
Kini, memaknai 70 Tahun Sindhunata dan perjalanan panjang kepenulisannya, Bentara Budaya bekerja sama dengan Harian Kompas, Gramedia Pustaka Utama (GPU), Majalah Basis, dan Omah Petroek menghadirkan sebuah Pameran Literasi “Lelaku Nulis 70 Tahun Sindhunata”. Pembukaan akan berlangsung pada 17 Mei 2022 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto No. 2, Kotabaru.
Pameran ini akan menghadirkan karya ilustrasi, cover buku/majalah/koran, data, buku-buku dan repro kliping tulisan, juga foto perjalanan Sindhunata dalam berkarya di bidang Jurnalistik, Humaniora, Filsafat, Spiritualitas, Bola, dan Sastra.
Pada pembukaan, akan ditampilkan pula pembacaan nukilan karya Sindhunata oleh dramawan Landung Simatupang, tari Remo Arjasura, pertunjukan musik oleh Kiki & The Klan, dan John & The Jail Story.
Dr. Gabriel Possenti Sindhunata SJ, lahir 12 Mei 1952 di Kota Batu. Memulai karirnya sebagai wartawan Majalah Teruna, Balai Pustaka pada tahun 1974. Menjadi wartawan Harian Kompas sejak 1977. Beberapa karyanya; Anak Bajang Menggiring Angin (1983); Menyusu Celeng (2018); Air Kata-kata (2003); Air Kejujuran (2019); Putri Cina (2007); Anak Bajang Mengayun Bulan (2022); dan lain-lain.
Sampai saat ini, Sindhunata telah melahirkan banyak tulisan jurnalistik serta puluhan buku, sebagian besar mengedepankan tentang Kemanusiaan. Tema tersebut memang menjadi perhatian utamanya, bahkan sejak dirinya masih wartawan muda di Majalah Teruna. Sindhunata tidak hanya menghadirkan Kemanusiaan lewat feature atau berita, tapi juga lewat berbagai ragam tulisan lain. Novel Anak Bajang Menggiring Angin, salah satu karya Sindhunata berlatar kisah pewayangan Ramayana mampu menampilkan sisi kemanusiaan yang kuat.
Novel Anak Bajang Menggiring Angin bukan saja sebuah cerita yang menghadirkan keindahan kata-kata, tapi ibarat cermin kehidupan manusia yang penuh ambisi, dan pengharapan. Novel yang bermula dari cerita bersambung di Kompas ini bukan saja jejak penting bagi Sindhunata, namun kehadiran menjadi bermakna di tengah generasi yang tidak lagi dekat dengan wayang. Pada tahun 2019, novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Herding the Wind.
Tahun 80-an merupakan periode penting bagi Sindhunata, selain Anak Bajang Menggiring Angin menjadi karya sastra yang digemari masyarakat, terbit pula bukunya yang lain berjudul Dilema Usaha Manusia Rasional, berisi tentang Sekolah Frankfurt dengan tokoh – tokohnya seperti Marx Hokheimer, dan Theodor Ardono. Dilema Usaha Manusia Rasional menjadi buku yang diperbincangkan berbagai kelompok, bahkan sampai saat ini masih banyak yang mencari buku tersebut sampai kemudian dicetak ulang.
Pada tahun 1982, Sindhunata bersama dengan teman-teman wartawan Kompas, dan beberapa seniman mendirikan Bentara Budaya yang menempati ruangan di sebelah toko buku Gramedia Yogyakarta. Lewat Bentara Budaya, Sindhunata mengenal beberapa perupa, bahkan dirinya menjadi bagian dari perkembangan seni rupa di Yogyakarta.
Seluruh catatan sumbangsih kesenian dan perjalanan kepenulisan Sindhunata itu dapat disaksikan di Bentara Budaya Yogyakarta sampai dengan 22 Mei 2022. Pengunjung diharapkan melakukan reservasi terlebih dahulu dan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku.