Find Us On Social Media :
Masjid Agung Demak (Dinas Pariwisata Kabupaten Demak)

Sejarah Masjid Agung Demak, Berawal dari Sebuah Kerajaan?

Fransisco Dava Surya R - Jumat, 3 Juni 2022 | 17:45 WIB

Sonora.ID - Kerajaan Demak merupakan kerajaan bercorak Islam pertama yang berdiri di Tanah Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Wali Songo, dengan Raden Patah sebagai raja pertamanya. Kerajaan Demak juga menjadi pusat penyebaran ajaran Islam.

Hal ini dapat dibuktikan dengan megahnya Masjid Agung Demak yang masih berdiri hingga saat ini. Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia.

Masjid ini berlokasi di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Pembangunan masjid ini dilakukan pada abad ke-15 Masehi. Saat itu, Raden Patah muncul dengan gambar Bulus sebagai simbol pembangunannya. Dari segi arsitektur, Masjid Agung Demak mengusung gaya tradisional Jawa.

Berbeda dari masjid biasa dengan kubah, atap masjid ini justru berbentuk seperti limas dan memiliki tiga lapis.

Atapnya penuh dengan makna tentang ajaran Islam, yaitu tentang iman, Islam dan Ihsan. Ada juga yang menafsirkannya menurut tasawuf, terutama yang berkaitan dengan Syariat, Tharikat dan Hakikat.

Atap Masjid Demak ditopang oleh empat tiang atau tiang, yaitu barat laut, barat daya, tenggara, dan timur laut.

Saka atau tiang ini dibuat langsung oleh keempat wali Wali Songo. Mereka adalah Sunan Bonang yang membangun tiang di barat laut, Sunan Gunung Jati di barat daya, Sunan Ampel di tenggara dan Sunan Kalijaga di timur laut.

Tiang-tiang yang dibuat oleh Sunan Kalijaga disebut saka tatal atau saka guru tatal. Tiang ini unik karena terbuat dari serutan dan potongan kayu.

Baca Juga: Sejarah Masjid Agung Semarang, Masjid Megah yang Dibangun selama 5 Tahun

Serpihan dan potongan kayu itu disatukan, diikat, lalu dihaluskan. Dalam satu keterangan disebut bahwa ikatan itu dilepas beberapa tahun kemudian.

Namun dalam keterangan yang lain disebutkan bahwa proses pembuatan saka guru tatal, dari menyatukan serpihan kayu, mengikat, dan menghaluskan hanya butuh waktu satu malam. Saka tatal memiliki makna filosofi yang mendalam.

Serpihan kayu yang berbeda ukuran itu melambangkan perbedaan suku yang ada di wilayah Nusantara. Namun perbedaan-perbedaan itu tetap dapat disatukan, bahkan bisa bisa menjadi kekuatan ketika sudah dihaluskan.

Baca Juga: Mengenal Kampung Pekojan, Kampung Arab di Semarang