Find Us On Social Media :
Rilis dan foto by BIRO HUKUM DAN HUMAS KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK ()

Dorong Kasus Perundungan Anak di Tangerang Selatan Diselesaikan Secara Diversi

Liliek Setyowibowo - Selasa, 7 Juni 2022 | 22:48 WIB

Jakarta, Sonora.ID - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meminta kasus kekerasan yang melibatkan pelaku berusia anak atau biasa disebut dengan anak berhadapan dengan hukum, tidak selalu berakhir dengan pemenjaraan.

Diharapkan pada kasus-kasus tertentu dapat diselesaikan dengan pendekatan Keadilan Restoratif sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). 

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar dalam keterangan tertulisnya mengatakan UU SPPA menyatakan Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif (pasal 5).  
 
“Pendekatan keadilan restoratif bukan meniadakan atau menghilangkan keadilan terhadap korban atau kepentingan korban, tetapi untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Tujuannya sebisa mungkin pelaku anak tidak dipenjara,” ujar Nahar.
 
Baca Juga: Penguatan Peran Gender, Atasi Masalah dalam Pembangunan

Untuk mewujudkan Keadilan Restoratif, penyelesaian perkara dapat dilaksanakan diversi, yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana sesuai dengan UU SPPPA Pasal 6.  

Nahar mengungkapkan untuk perbuatan tertentu yang dilakukan anak dapat diselesaikan secara diversi.
 
Sebab sangat penting anak tidak dipenjara agar tumbuh kembang anak dapat berlangsung dengan baik dan dalam pengasuhan orang tua atau wali.
 
Kondisi yang dapat dilakukan penyelesaian secara diversi hanya dapat dilakukan apabila kasus tersebut memenuhi kondisi tertentu, yaitu tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana (pasal 7).
 
“KemenPPPA mendorong dan mengimbau terhadap kasus anak yang berhadapan dengan hukum wajib mengupayakan diversi jika memenuhi aspek dan pertimbangan yang ada dalam UU SPPA,” tambah Nahar.   
 
Baca Juga: Penguatan Peran Gender, Atasi Masalah dalam Pembangunan

Adapun, proses diversi juga melalui serangkaian pertimbangan.

Dalam hal ini, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim harus mempertimbangkan kategori tindak pidana, umur anak, hasil penelitian kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas), dan dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Menurut Nahar, salah satu kasus yang dapat diselesaikan secara diversi adalah kasus perundungan (bullying) terhadap anak berinsial MZA (16) dengan terduga pelaku anak di Tangerang Selatan.
 
Kasus tersebut, dari laporan dari Unit Pelaksana Terpadu Daerah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPTD P2TP2A) Kota Tangerang Selatan menyatakan, korban anak MZA mendapatkan perundungan berupa kekerasan fisik oleh delapan terduga pelaku anak lainnya.
 
Kekerasan itu dilakukan pada bagian tangan serta lidahnya disundut menggunakan rokok serta ditusuk-tusuk menggunakan pisau dan obeng.
 
Baca Juga: Kasus Penculikan 12 Anak, KemenPPPA Minta Hukuman Tegas Terhadap Pelaku

Dari delapan terduga pelaku anak tersebut, dua orang anak melarikan diri, sedangkan dua orang anak lainnya dipulangkan ke rumah orang tuanya karena masih berusia kurang dari 12 tahun sehingga tidak dapat diproses hukum secara pidana.

Empat orang terduga pelaku anak lainnya berusia di atas 12 tahun sehingga proses hukumnya tetap berlanjut dan menjadi tersangka melanggar pasal 76C jo Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman paling lama 3 tahun 6 bulan penjara dewasa, sedangkan untuk pelaku anak dikurangi 1/2 hukuman dewasa, menjadi paling lama 1 tahun 9 bulan penjara. 

“UPTD P2TP2A melaporkan upaya diversi sudah dilakukan di tingkat penyidikan Polres Tangerang Selatan pada 23 Mei 2022, namun gagal. Orang tua korban menolak diversi, dan tidak menerima anaknya mendapatkan perundungan dari para terduga pelaku, serta ingin melanjutkan kasus hukum tersebut ke persidangan, agar para terduga pelaku anak itu menerima hukuman yang setimpal atas perbuatannya, untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku,” jelar Nahar.
 
Nahar mengatakan kasus perundungan di Tangerang Selatan memang memenuhi syarat untuk dapat diselesaikan secara diversi.
 
Baca Juga: KemenPPPA Apresiasi Perempuan Pelaku UMKM Kain Tenun dan Ikan Asap di Tidore Kepulauan

Akan tetapi, Nahar mengingatkan proses diversi tidak semata-mata melihat lamanya sanksi pidana, tetap harus melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.

“Artinya, tidak boleh ada pemaksaan oleh satu pihak untuk melakukan diversi, wajib adanya persepakatan antara pihak terlapor dan korban,” tutur Nahar. 
 
Hanya saja, terkait belum adanya kesepakatan diversi, Nahar menjelaskan jika di tingkat penyidikan gagal diversi, masih bisa diupayakan ditahap selanjutnya.
 
Berdasar UU SPPA Pasal 7, diversi wajib diupayakan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri.
 
Sehingga jika di tahap awal upaya diversi gagal masih bisa diajukan kembali hingga di pengadilan.  
 
“Diversi bukan menghentikan perkara sehingga terlapor anak bebas tanpa tuntutan apapun. Upaya penyelesaian di luar pengadilan tersebut dapat melakukan kesepakatan diversi berupa perdamaian, bisa melakukan pengembalian kerugian, kerja pelayanan masyarakat, dan lainnya sebagai bentuk hukuman yang bukan hukuman penjara,” kata Nahar. 
 
Sebelumnya, pada 31 Mei 2022, Nahar beserta tim dari KemenPPPA telah mengunjungi korban untuk berkoordinasi terkait penanganan kasus serta pelayanan yang diberikan kepada korban. 
 
KemenPPPA terus melakukan koordinasi dengan UPTD P2TP2A Kota Tangerang Selatan untuk melakukan pendampingan terhadap korban anak untuk memulihkan trauma pasca terjadinya perundungan yang dialaminya serta pendampingan hukum.
 
Baca Juga: Optimalkan Pengasuhan Anak Di Lingkungan Kerja, KemenPPPA Resmikan Daycare Ramah Anak