Find Us On Social Media :
Talkshow tentang macapat di acara Macapat Senja di Malioboro. (Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta.)

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Menggelar Macapat Senja di Malioboro

Benni Listiyo - Kamis, 30 Juni 2022 | 11:20 WIB
 
Yogyakarta, Sonora.ID - Aksi kreatif inovatif dalam mengemas pertunjukan Macapat digelar oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta.
 
Agenda berlangsung Selasa, 28 Juni 2022 pukul 15.30–17.30 WIB bertempat di Teras Malioboro 2 sisi barat. 
 
Gelaran Macapat dikemas dalam format kekinian dan menampilkan seniman muda pelestari budaya. Macapat senja sengaja digelar untuk mempertahankan eksistensi tembang Macapat di kalangan generasi muda.
 
Malioboro senja itu dihangatkan dengan tembang macapat yang mengalun diantara para pengunjung.
 
Kinanthi dan asmarandana terangkai tembang yang diciptakan bersama oleh seniman macapat yang membaur dengan pedagang dan wisatawan.
 
Tembang Kinanthi tentang gadis yang ingkar janji, juga tembang asmarandana tentang cinta di Malioboro. Tembang macapat yang diciptakan secara spontan itu didendangkan dengan merdu oleh Paksi Raras Alit bersama Mantradisi Band. 
 
Macapat Senja di Malioboro memiliki arti untuk menghidupkan kebiasaan menggunakan budaya lokal sekaligus mendekatkan masyarakat dengan seni tradisi.
 
Karenanya pementasan macapat klasik dan kontemporer dikemas lebih segar, sesuai dengan selera kawula muda.
 
Baca Juga: Bertemu Gubernur DIY, Sesjen Kemendikbudristek Bahas International Olympiad In Informatics
 
Sebanyak 50 (limapuluh) orang pelaku seni yang terlibat adalah generasi muda. Mereka menampilkan macapat challenge dan macapat free style, tanpa meninggalkan aturan metrum berupa guru lagu, guru gatra, dan guru wilangan pada tembang macapat. 
 
Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Ismawati Retno, SIP, MA, menjelaskan bahwa event gelar macapat senja ini menjadi benteng untuk mengimbangi akulturasi budaya, di tengah gempuran budaya modern. 
 
“Ini merupakan upaya filterisasi dari budaya asing. Tembang macapat memiliki tantangan besar dari arus modernisasi. Keseharian di masa kecil saya, macapat masih sering ditembangkan oleh orang dewasa maupun anak-anak di malam hari. Terkadang ditembangkan oleh orang tua untuk anaknya menjelang tidur. Namun saat ini sudah jarang terjadi dan terancam memudar,” jelasnya. 
 
Seniman macapat yang terlibat adalah kelompok anak muda jawara macapat: Hilma Aulia Isna Dewi, Andrea Pramesti Putri, Stephanie Emmanuela putri, Devandrea Darmadipa, Rahmadini Vania, Ivana Trea Invioleta, Orivanesya Audrey, Almira Sahda, Aliya Nirwasita, dan Vinsama Krisna. Juga kelompok  seniman macapat muda tamansiswa.
 
Pelaku seni Macapat Challenge: Danang Fitrianto (Marto Paidi), Maria Ratna Anggraini Santoso, Sri Yuwaningtyas Sukma Putri, Anggraini Puspita Imani, Rahmat Edhy Purnomo dan Rizki Nur Hakiki. Macapat _Free Style_ oleh kelompok Mantradisi, pimpinan Paksi Raras Alit. Acara dipandu oleh MC : Ferian Fembriansyah. 
 
Baca Juga: Mekaring Seni Macapat Ginelar Ing Jagat Anyar Digelar di Yogyakarta
 
Agenda juga dimeriahkan dengan talkshow tentang macapat oleh Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya bersama Muhammad Bagus Febriyanto,  S.S., M.Hum. (Komunitas Jagongan Naskah / Dosen UIN Sunan Kalijaga) dan Rudy Wiratama, S.IP., M.A. (Dosen Prodi Sastra Jawa UGM), digawangi oleh moderator Gundhi, S.Sos.
 
Pada kesempatan itu Aman Yuriadijaya mengatakan, Melestarikan adalah cara mengkontekstualisasi antara materi dengan situasinya. Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan perhatian serius pada upaya pelestarian budaya. Keunikan yang berangkat dari akar budaya akan menciptakan atmosfer Kota Yogyakarta, yang berbasis tradisi budaya. 
 
Sementara Bagus Febriyanto menjelaskan bahwa tradisi macapat telah menyebar sejak lama di kawasan Jawa, Bali hingga Lombok.
 
Di wilayah tersebut ditemukan manuskrip berisi cerita-cerita berbasis macapat. Hingga saat ini tradisi macapat masih terus bertahan dan bertumbuh. Hal ini salah satunya dikarenakan keunikan macapat yang secara teks tidak harus berisi sesuatu yang berat namun juga peristiwa ringan sehari-hari pun dapat dijadikan materi macapat.
 
“Macapat sangat luwes, tidak harus disampaikan dengan bahasa yang berat,” jelasnya. 
 
Kepala Bidang Sejarah Permuseuman Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Drs. Dwi Hana Cahya Sumpena menjelaskan bahwa agenda ini memiliki tujuan untuk melestarikan sastra lokal dalam tembang macapat kepada kalangan muda, sekaligus menghidupkan kembali tradisi ber-macapat dalam keseharian masyarakat, guna membendung masuknya budaya modern yang kurang sesuai dengan nilai-nilai budaya Jawa.
 
Paksi Raras Alit, di akhir acara mengatakan apresiasinya terhadap penyelenggaraan agenda ini. 
“Ini acara yang sangat keren. Macapat tapi dalam kemasan yang segar, interaktif, dan partisipatif dengan seluruh pengunjung di Teras Malioboro 2. Semua menyumbangkan macapat. Konsep _freestyle_ ini merupakan sebuah kebaruan di saat ini, bahwa kebudayaan yang klasik harus dikemas dengan cara-cara yang modern, kemasan yang peka dengan tren kekikinian, semoga tujuan untuk memasyarakatkan macapat dan memacapatkan masyarakat ini tercapai. Kita lihat sore ini atensi masyarakat luar biasa,” ujarnya.