Ternate, Sonora.ID - Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara menggagas rapat koordinasi guna menyinergikan upaya revitalisasi bahasa daerah dengan para pemangku kebijakan se-Provinsi Maluku Utara.
Pada akhir pertemuan, Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara bersama para pemangku kebijakan di daerah menandatangani nota komitmen bersama dan rekomendasi terkait pelaksanaan revitalisasi bahasa daerah di Maluku Utara.
Berikut ini beberapa praktik baik yang berhasil dirangkum dari para peserta rakor yang hadir.
Masayu Gay, dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kue Raha Ternate menyambut baik revitalisasi bahasa daerah karena menurutnya upaya tersebut tidak dapat dilakukan sendiri melainkan harus bekerja sama melibatkan banyak pemangku kebijakan, seperti akademisi, intitusi pemerintah, maupun instansi swasta hingga komunitas dan pegiat seni.
Ia juga menyebutkan bahwa hingga kini pihaknya sudah menghasilkan tiga buah film animasi.
Baca Juga: Revitalisasi Bahasa Daerah di Provinsi Maluku Utara Didukung Seluruh Elemen Masyarakat
“Kami ada mata kuliah yang mendukung pembinaan mahasiswa melakukan penelitian terkait bahasa daerah berupa karya ilmiah yang dikembangkan lebih lanjut ke dalam film animasi agar dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat luas,” tuturnya.
Sejalan dengan semangat Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara dalam upaya merevitalisasi bahasa daerah, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Sula, Rifai Haitami mengatakan, pihaknya telah menyusun peraturan daerah tentang bahasa daerah.
Rifai Haitami berencana untuk segera menyiapkan bahan ajar dan meningkatkan kompetensi tenaga pendidik melalui berbagai pelatihan terkait bahasa daerah yang berlaku di wilayah satuan pendidikannya.
Berikutnya, Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Provinsi Maluku Utara, Lusi Susanti Bahar mengungkapkan ada 319 karya budaya yang telah dilakukan pencatatan oleh institusinya. Namun demikian, baru 32 karya yang ditetapkan sebagai WBTb Indonesia tahun 2021.
Lusi menjelaskan bahwa penetapan WBTb Indonesia di suatu daerah sangat bergantung pada kepedulian dan keaktifan dinas kabupaten/kota yang membidangi kebudayaan setempat dalam mencatat dan mengajukan usulan penetapan WBTb ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara.
“Setiap tahun, kami melakukan pencatatan karya budaya untuk diajukan ke Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek untuk ditetapkan menjadi WBTb. Tahapannya, karya budaya tersebut kami catat (terdaftar dalam pusat data kementerian), kemudian kami usulkan penetapannya setelah sebelumnya diverifikasi di tingkat provinsi dengan melihat kelengkapan dokumentasi (pengisian formulir penetapan, foto terbaru karya budaya, video dokumenter, dan kajian ilmiah) sebagai bahan rujukan,” terang dia.
Tim Ahli WBTb Provinsi Maluku Utara dalam melakukan pencatatan dan penetapan karya budaya merujuk pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Permendikbud RI, Nomor 106, Tahun 2013 Bab 1, Pasal 1, dan SK Gubernur Provinsi Maluku Utara.
Sebagai wujud rencana aksi, pemerintah provinsi Maluku Utara berupaya menghidupkan kembali bahasa daerah dengan menerapkan program muatan lokal mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi.
“Kami dari pemerintah provinsi mengajak semua elemen masyarakat untuk peduli dan berperan dalam merevitalisasi bahasa daerah. Mari kita jadikan budaya sebagai investasi, bukan (sebagai beban),” ujarnya.
Revitalisasi Bahasa daerah juga bertujuan untuk 1) menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah, 2) menciptakan ruang kreativitas dan kemerdekaan bagi para penutur bahasa daerah untuk mempertahankan bahasanya, serta 3) menemukan fungsi dan ranah baru dari sebuah bahasa dan sastra daerah.
Dalam upaya merevitalisasi bahasa daerah tersebut, Kemendikbudristek melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa beserta Unit Pelaksana Teknis Balai dan Kantor Bahasa, melakukan beberapa strategi seperti 1) melibatkan setiap elemen pemangku kepentingan; 2) melaksanakan revitalisasi bahasa daerah yang terintergrasi dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat; mengoptimalkan pemanfaatan media digital; serta 3) memberi fleksibilitas bagi tiap daerah untuk mengimplementasikan program revitalisasi bahasa daerah sesuai karakteristik wilayahnya.