Ilustrasi inflasi.
(Pexels)
Medan, Sonora.ID - Rupiah tembus hingga Rp15.000, Sumatera Utara praktis tidak mendapatkan keuntungan dari ekspor.
Kinerja mata uang rupiah memang berada dalam tekanan selama perdagangan pekan ini. Namun, pelemahan mata uang rupiah ke level ini pada dasarnya masih sesuai ekspektasi sebelumnya.
Pemicu pelemahan rupiah masih dikarenakan oleh rencana kebijakan suku bunga yang agresif oleh Bank Sentral AS atau The FED.
Analis Keuangan Sumatera Utara, Gunawan Benjamin menjelaskan, "Kita perlu mengantisipasi dampak pelemahan rupiah tersebut terhadap potensi kenaikan sejumlah harga kebutuhan masyarakat. Meski pun pada dasarnya sudah jauh hari sebelumnya harga kebutuhan masyarakat naik, yang dipicu oleh beberapa kombinasi sentimen buruk eksternal seperti kenaikan harga kebutuhan pangan dan enerji hingga bahan baku."
Baca Juga: Gubernur dan Ketua TP PKK Sumut Sambut Langsung Kedatangan Presiden RI di Medan "Nah, saat rupiah melemah, hal tersebut juga berdampak pada semakin mahalnya barang kebutuhan impor. Bagi Indonesia impor memiliki peranan penting dalam pembangunan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, sejumlah bahan pangan impor seperti bawang putih, kedelai, gandum, memiliki peranan besar pada pemenuhan sejumlah kebutuhan hidup masyarakat," terangnya.
Di sisi lain barang barang modal, bahan baku, mau pun sejumlah biaya input produksi berpeluang mengalami kenaikan.
Jadi tekanan inflasi di bulan Juli ini berpeluang untuk berlanjut sekalipun di bulan Juni inflasi sudah mencetak kenaikan angka yang signifikan.
Sejauh ini belum ada indikasi bahwa juli Indonesia akan mengalami deflasi. Khususnya setelah pemerintah menaikkan tarif dasar listrik masyaraat ekonomi kelas tertentu jadi potensi laju inflasinya masih sangat terasa sejauh ini.
"Sejauh ini, secara nasional inflasi di bulan Juli 2022 masih berpeluang untuk naik dalam rentang 0.1% hingga 0.17%. Sementara itu, khusus untuk wilayah Sumatera Utara, pertumbuhan ekonominya justru memiliki korelasi yang kuat dengan pertumbuhan impornya. Sehingga pelemahan rupiah yang menyentuh 15 ribu per US Dolar akan menekan pertumbuhan ekonomi di Sumut itu sendiri," kata Benjamin di sela wawancara.
Ia menyebutkan, "Meski pun saya melihat Sumut akan tetap tumbuh di rentang 6.3% hingga 6.7% secara kuartalan di kuartal kedua tahun 2022 ini. Tetapi, di sisi lain pelemahan rupiah tidak akan banyak menolong perekonomian Sumut. Dikarenakan sejauh ini ekspor komoditas unggulan Sumut masih tersandera oleh serangkaian kebijakan pemerintah yang tengah mengendalikan harga minyak goreng di tanah air."
Pendapatan yang dimaksud adalah dari sisi ekspor. Mengingat saat rupiah melemah maka hitungannya harga barang ekspor
Sumut menjadi lebih mahal.
Terlebih saat ini harga CPO berada dalam tren turun mendekati 4000 ringgit per ton. Justru yang muncul saat ini adalah potensi kenaikan laju tekanan
inflasi di
Sumut akibat melemahnya mata uang rupiah tersebut," tutupnya.