Sonora.ID - Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan di Indonesia sudah mencapai 317.889 kasus, di mana penyebarannya sudah menjangkau 21 provinsi meliputi 231 kabupaten/kota.
Dari angka tersebut, sebanyak 106.925 ekor sembuh, 2.016 ekor mengalami kematian, dan sebanyak 3.489 ekor dilakukan potong bersyarat.
Berdasarkan jenis hewannya, terbanyak pada sapi (309 ribu ekor), kerbau (5.600 ekor), kambing (1.300 ekor), domba (1000 ekor), dan babi (16 ekor).
Juru Bicara Satgas Penanganan PMK Prof. Wiku Adisasmito menjelaskan, Pemerintah membentuk Satgas Penanganan PMK yang dipimpin Kepala BNPB bekerjasama dengan Kementerian Pertanian untuk penyelesaian wabah secara cepat dan tepat.
Baca Juga: Plt Gubernur Jatim Imbau Peternak Kooperatif Laksanakan Vaksin dan Laporkan Ternak Terinfeksi PMK
Terkait penanganannya saat ini PMK telah ditetapkan sebagai keadaan darurat tertentu berdasarkan Keputusan Kepala BNPB No. 47/2022 tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat PMK.
Kemudian, Gubernur dapat mengusulkan penetapan status darurat di tingkat Provinsi.
Selain itu, Kementan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 500/2022 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku.
"Hal penting untuk diupayakan ialah mempertahankan wilayah yang belum terdampak oleh PMK, agar semaksimal mungkin dicegah masuknya virus ini ke wilayah tersebut," ujar Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan PMK, bersama jajaran Kementerian Agama dan Kementerian Pertanian, secara virtual, Kamis (7/7/2022).
Wilayah yang belum terdampak PMK, diantaranya Maluku, Maluku Utara, NTB, Sulawesi dan Papua.
Sebaliknya, data menunjukkan terdapat sejumlah provinsi dengan seluruh Kabupaten/Kota yang terinfeksi virus PMK ialah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bangka Belitung.
Selain itu, 4 provinsi dengan lebih dari 80 persen kabupaten/kota terinfeksi PMK yaitu, Jawa Barat (96 persen), Sumatera Barat (84 persen), Jambi (81 persen), dan DIY (80 persen).
Tentang Penyakit Mulut dan Kuku, atau disingkat PMK, adalah penyakit hewan yang sangat menular akibat infeksi virus tipe A dari famili Picornaviridae.
Penyakit ini dicirikan oleh luka di bagian mulut dan kuku pada hewan berkuku belah atau genap.
Seperti, hewan domestik yaitu sapi, kerbau, babi, kambing, dan domba. Untuk satwa liar yaitu rusa, kijang, antelop, babi liar, jerapah, dan unta.
Baca Juga: Jangan Khawatir, Hewan Ternak di Palembang Dipastikan Aman Dari PMK
Selain hewan berkuku belah, virus PMK juga dapat menginfeksi anjing, landak susu, beruang, gajah, armadillo, kanguru, nutria, dan kapibara.
Hewan yang terinfeksi virus ini menunjukkan tanda klinis bervariasi, mulai dari ringan hingga berat, tergantung pada spesies hewan, umur hewan, serotipe virus, serta jumlah paparan virus.
Ciri khas penyakit ini adalah munculnya lepuh di kulit bagian hidung, lidah, bibir, di dalam rongga mulut (baik di gusi, langit-langit, maupun pipi bagian dalam), di sela kuku dan lingkaran kuku, serta di puting susu hewan betina.
Setelah kulit melepuh, hewan menjadi lemas dan enggan bergerak atau makan.
Tanda klinis lainnya, seperti demam (sekitar 40 °C), depresi, hipersalivasi (keluarnya air liur secara berlebihan), penurunan nafsu makan, berat badan, dan produksi susu, serta hambatan pertumbuhan.
"Perlu diketahui bahwa virus PMK masuk ke dalam tubuh hewan melalui saluran pernapasan, pencernaan, atau melalui kulit dan membran mukosa yang terluka," lanjut Wiku.
Masuknya virus terjadi saat hewan mengalami kontak langsung dengan hewan terinfeksi (terutama melalui aerosol) atau dengan benda-benda terkontaminasi (seperti pakaian, sepatu, dan kendaraan).
Baca Juga: Pemkot Bogor Gencarkan Edukasi PMK Kepada Masyarakat
Dan hal inilah yang menjadi penyebab sangat pesatnya penyebaran PMK. Perlu juga menjadi perhatian, meskipun virus PMK hewan ternak tidak menular ke manusia, namun manusia dapat membawa virusnya dan menulari kepada hewan yang sehat.
"Untuk itu, Kita harus bahu membahu dalam penanganan PMK ini karena penyakit ini berdampak signifikan pada perkembangan ekonomi. Dengan banyaknya sapi yang harus dilakukan pemotongan bersyarat, serta juga terdapat sapi yang mati, tentunya akan sangat berdampak pada hasil penjualan hewan ternak maupun produk pangan hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat," jelasnya.