Maluku,Sonora.Id - Guyuran hujan sejak ketibaan di Bumi Manise tidak menyurutkan langkah kaki Duta Baca Indonesia menggelorakan semangat membaca dan menulis masyarakat di Kota Musik, Ambon, Selasa, (19/07/2002). Dengan gayanya yang khas, mengenakan topi, Duta Baca Indonesia Gol A Gong mengisi road show Safari literasi dengan memberikan pelatihan menulis bermodalkan sejumlah fakta dan data.
Dari sekumpulan fakta dan data tersebut, peserta lantas diajak menuangkannya ke dalam tulisan yang inspiratif dengan gaya penulisan fiksi.
"Keahlian menulis lahir dari kebiasaan membaca," imbuh Gol A Gong memberi tips.
Mengapa budaya baca dan literasi begitu penting bagi masyarakat Maluku?
Pegiat Literasi Maluku, Muhammad Nasir Pariusamahu memaparkan hasil riset Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Kemdikbud Ristek (2019) menyebutkan aktivitas literasi masyarakat Maluku berada pada indeks 33,52 (rendah). Sedangkan, menurut Kajian kegemaran Membaca yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional (2020) juga diketahui bahwa tingkat Tingkat Gemar Membaca (TGM) provinsi Maluku berada pada posisi 26 dari 34 provinsi.
Melihat fakta tersebut, Nasir menyarankan setidaknya ada tiga fokus literasi yang mesti dikembangkan di Maluku, yakni literasi baca tulis, literasi digital, dan literasi keagamaan.
"Terkait literasi keagamaan, sikap toleransi beragama adalah aset penting sebagai orang Maluku," ujarnya.
Nasir yang berkarir di MtSN 2 Maluku Tengah menunjukkan aktivitas literasi yang telah dipraktikkan di sekolahnya, seperti pendirian lapak baca gempa 6,8, gerakan GMGM (Guru Membaca Guru Menulis), Literasi Day di hari Sabtu, Sagusatu (Satu Guru Satu Tulisan), Sasisatu (Satu Siswa Satu Tulisan), dan Perpus keliling masuk madrasah.
Dari inovasi program yang diperbuat, sekolahnya berhasil menerbitkan Antologi Buku Sio Baba, menjadi Juara 1 peneliti muda (MYRES) pada 2021, dan launching tiga antologi yang terbit di Hari Anak Bhakti (HAB) 2022.
Sementara itu, penulis lokal Eko Saputra Poceratu mengatakan dalam sebuah kepenulisan, penting juga memasukkan kearifan lokal (budaya), seperti tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus (tata cara upacara), pengetahuan tradisional, dan teknologi tradisional (sistem irigasi, arsitektur, perkakas (pengolah sawah, alat transportasi), seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional (pasola, lompat batu, debus).
"Objek-objek pemajuan kebudayaan perlu ditampilkan agar masyarakat masih kenal dengan warisan leluhurnya,"
Penyelenggaraan Safari Literasi disambut baik oleh Pemprov Maluku. Asisten Daerah Bidang Pemerintahan dan Kesra Pemprov Maluku, Semmy Huwae mengakui Kegiatan semacam ini tentu bisa memantik lahirnya para penulis baru, baik yang terbit secara indie label atau major label (penerbit besar).
"Selain itu, aktivitas Safari literasi ini turut membantu implementasi visi dan misi Pemprov Maluku, yakni mewujudkan sumber daya manusia yang mandiri, profesional dan berprestasi," ucap Asda Semmy.
Mengingat literasi telah menjadi hal yang fundamental, maka pemerintah terus berupaya membangun infrastruktur budaya baca dan literasi. Melek literasi akan mendorong terciptanya masyarakat berpengetahuan, kreatif, dan berkarakter.
Bahkan, perpustakaan pun tidak tinggal diam memodernisasi fasilitas pelayanannya. Perpustakaan kini tidak lagi konvensional melainkan digital.
"Modernisasi layanan sangat mendukung program transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial," imbuh Pustakawan Ahli Utama Perpustakaan Nasional, Renus Sibhoro.