Find Us On Social Media :
17 Jurnalis Radio Sumsel Ikuti Pelatihan dari Google Terkait Berita Hoax (Jati Sasongko)

17 Jurnalis Radio Sumsel Ikuti Pelatihan dari Google Terkait Berita Hoax

Jati Sasongko - Senin, 22 Agustus 2022 | 11:35 WIB

Palembang, Sonora.ID – AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Palembang bekerjasama dengan Google News Initiative menggelar pelatihan cek fakta bagi jurnalis radio di Sumatera Selatan.

Pelatihan dilangsungkan selama dua hari sejak hari Sabtu (20/08/2022) hingga Minggu (21/08/2022).

Ketua AJI Palembang, Prawira Maulana, menjelaskan bahwa tujuan pelatihan ini agar kerja-kerja jurnalistik radio berbasis fakta. Jurnalis radio diberikan pemahaman-pemahaman menggunakan tools untuk memeriksa informasi yang ada sehingga bisa menyajikan fakta-fakta yang baik dan benar.

"Ada 17 jurnalis radio Sumsel yang mengikuti pelatihan ini. Harapannya karya-karya jurnalistik dari jurnalis radio makin bermutu. Pelatihan ini menghadirkan trainer dari Google dan Aji, memberikan pelatihan selama dua hari,” ujarnya.

Trainer Google, Edho Sinaga, mengatakan bahwa berita hoax sesuai kamus besar bahasa Indonesia berarti berita bohong yang sudah diserap menjadi hoax. Menyebar sejak lama, baru didapat tahun 2017 saat pilpres. Berita hoax akan semakin kencang saat pemilu. Itu juga bisa menjadi salah satu yang membuat tatanan masyarakat jadi tidak baik. Google bisa dimanfaatkan untuk melawan hoax. Jurnalis radio memiliki peran dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesuai amanat undang-undang penyiaran agar memberikan edukasi kepada masyarakat dan tidak menyebarkan hoax.  

"Di radio ada dua undang-undang, undang-undang pers dan undang-undang penyiaran. Radio tidak boleh melakukan propaganda, memprovokasi dan memberikan informasi bohong. Dalam undang-undang sudah disampaikan dan radio belum tersentuh.  Untuk itu kali ini kita ajak bekerjasama, radio juga berperan dalam melawan hoax,” ujarnya.

Baca Juga: Undang-Undang ITE Mengancam Kebebasan PERS

Trainer Google yang lain, Phesi Ester, mengungkapkan bahwa seorang jurnalis sudah terbiasa melakukan verifikasi fakta namun masyarakat awam belum terbiasa. Mereka buru-buru menyebar informasi saat mendapat informasi.

Seharusnya informasi harus disaring terlebih dahulu baru di sharing. Pahami dulu informasinya, bisa dengan mencarinya ada atau tidak di media mainstream. Bila ada maka informasi itu bukan berita bohong. Bila tidak bisa melakukan itu sebaiknya jangan menshare informasi tersebut.

"Toolsnya bisa lewat google atau media mainstream atau media yang besar seperti Kompas atau Tempo, bila tidak ada beritanya kemungkinan bohong atau hoax, tidak usah dishare. Selain itu kembali lagi kemasyarakatnya, jangan hanya ke tools, jangan mudah percaya info yang didapat  daripada tools. Saring dulu sebelum sharing. Jangan lebih cepat jempol dari otak. Lawan hoax dengan verifikasi sejak awal. Cari perbandingan berita-berita di grup-wa, googling cari hoax, soal apa. Jangan cepat panic terhadap info, berharap orang lain harus tahu juga. Setidaknya harus ngerem ketika dapat info apalagi saat jaman pilpres atau covid. Semua oarng mencari informasi, berbalik ke diri sendiri, selalu waspada terhadapa informasi yang didapat melalui gadget,” ujarnya.