Find Us On Social Media :
Tarian Sakral Morosebo Jadi Pembuka Kirab Tradisi di Desa Sumbung, Cepogo, Boyolali (Radio RiaFm)

Tarian Sakral Morosebo Jadi Pembuka Kirab Tradisi di Desa Sumbung, Cepogo, Boyolali

Agnes Tasya - Senin, 29 Agustus 2022 | 19:30 WIB

 

Boyolali, Sonora.ID - Desa Sumbung, Kecamatan Cepogo gelar Tradisi Ngluri Bekti Hangreksa Tapaknata Susuhangin, pada Minggu (28/8/2022).

Kabut yang sedikit tebal dan gerimis rintik-rintik di lereng Gunung Merapi mengiringi acara tersebut dan menambah suasana tradisi ini semakin sakral syarat akan mistis.

Dalam acara pertama tradisi kali ini, yakni kirab budaya yang diawali dari seorang tokoh masyarakat yang berada di paling depan, yang kemudian diikuti warga sekitar. Kirab dilakukan dari rumah warga Desa Sumbung menuju lokasi Situs Tapak Nata PB X yang berjarak 2 km.

Berbagai jajanan tradisional dan makanan tradisional tidak bisa dilepaskan dari acara kirab ini. Setelah kirab, kemudian dilakukan ritual ziarah di situs tepak nata.

Selain kirab budaya, dalam acara tradisi ini juga menampilkan tari Morosebo yang merupakan tari kontemporer. Tarian tersebut dilakukan oleh para penari perempuan dan sengaja diciptakan untuk pembuka.

Tari Morosebo diciptakan oleh Sarsito dan Erni Krismawati dari sanggar Tari Puspita Panjrah Ngarsopuro, Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo, Boyolali yang menceritakan tentang uluk salam (Permisi) dan untuk ritual ke tempat-tempat penting peninggalan sejarah.

"Tari Morosebo menceritakan tentang kegiatan berziarah ke tempat petilasan ataupun napak tilas peninggalan sejarah," ujar Sarsito, Minggu (28/8/2022).

Baca Juga: Rekomendasi Tempat Ngopi Di Boyolali Dengan View Sawah

Sarsito mengatakan, tarian ini digunakan untuk kegiatan sakral, karena dalam setiap Gerakan tariannya mengandung makna sesembahan atau ukuk salam. Tarian ini juga sebagai lambang sedekah, membersihkan tempat petilasan, mendoakan leluhur, dan mengajak atau melestarikan.

"Gerakan tari Morosebo ini antara lain, Sembahan, Lembehan utuh, Lembehan Separo, Sabetan, Pacak Gulu dan gerakan tari lainnya," jelasnya.

Dirinya juga mengungkapkan, sebelum menarikan tarian ini harus melakukan ritual tertentu, dengan jumlah penari yang juga ditentukan 11 orang saja.

"Jumlah penarinya ganjil. 11 orang," katanya.

Karena tarian ini untuk ritual, maka Gending atau irama yang dipakai untuk mengiringi juga tidak bisa sembarangan. Tarian ini hanya bisa diiringi oleh Gending Larasmadya saja, seperti Ibu Pertiwi dan Santimulya.

Sarsisto berharap dengan tarian ini, eksistensi dan tujuan destinasi wisata berbasis kearifan lokal, Desa Sumbung, Kecamatan Cepogo bisa terangkat.

“Kami bersyukur acara ini mendapat sambutan positif dari masyarakat,” pungkasnya.

Baca Juga: Nikah Di Cepogo Boyolali, Pengantin Bakal Dapat Kado KK Dan KTP Langsung

Sumber berita: tribunsolo.com