Sonora.ID - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga melihat semakin besar perhatian dan kerja bersama dari berbagai pihak untuk terlibat dalam penyelesaian isu kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kondisi ini cukup menggembirakan dan memberikan harapan baru bagi upaya pemerintah memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak.
“Isu perempuan dan anak memang seharusnya menjadi perhatian bersama dari semua pihak. Untuk menyelesaikan isu tersebut dibutuhkan sinergi dan kolaborasi yang menjadi kekuatan bersama, khususnya dalam penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.” ujar Menteri PPPA dalam sambutannya secara virtual pada kegiatan Road to Urban 20 Summit High Level Talkshow: Service Innovation in Gender Based Violence Prevention and Response as part of Inclusive Social Recovery in DKI Jakarta, Selasa (30/8).
Terlebih, imbuh Menteri PPPA, prevalensi kekerasan seksual yang dilakukan pelaku yang bukan pasangan korban di masa pandemi Covid-19 meningkat dari 4,7% pada tahun 2016 menjadi 5,2% pada tahun 2021.
"Ini data dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2021."jelasnya.
Pada kesempatan ini, seperti dalam keterangan tertulis yang kami terima, Bintang Puspayoga, mengapresiasi United Nations Development Programme (UNDP), Pemerintah DKI Jakarta, yang juga didukung oleh Pemerintah Jepang dan United Nations Seoul Policy Center (USPC) Korea, yang telah bekerja sama untuk menciptakan sistem, program, dan kegiatan untuk mencegah, memberantas, dan menangani kekerasan berbasis gender.
"Semoga kegiatan ini dapat menjadi sarana untuk kita belajar bersama dan menjadi wadah untuk saling berkolaborasi dalam menciptakan dunia yang ramah bagi perempuan dan anak,"harapnya.
Baca Juga: Ferdy Sambo Senyum saat Rekonstruksi, Ahli Forensik Emosi Curiga Tak Sesuai Kejadian Asli
Pandemi Covid-19 pun turut menciptakan tantangan dan kerentanan yang lebih besar bagi perempuan, yaitu The Shadow Pandemic atau peningkatan angka kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan selama pandemi Covid-19.
“Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021, 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya. Selain itu, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 pun menunjukkan 4 dari 10 remaja perempuan dan 3 dari 10 remaja laki-laki usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan, baik seccara fisik, psikis, maupun seksual dalam bentuk apapun sepanjang hidupnya. Hal tersebut menunjukkan peningkatan data kekerasan terhadap perempuan dan anak selama pandemi Covid-19,” jelas Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu.
Pribudiarta mengemukakan, dalam mengantisipasi serta menuntaskan persoalan yang turut muncul ke permukaan dikarenakan oleh pandemi Covid-19, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan dan pendekatan, yaitu melalui Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tergabung di dalamnya pun turut berpartisipasi dalam pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender (KBG) yang kian meningkat selama pandemi Covid-19.
“Kami telah menyusun 5 (lima) protokol perlindungan khusus anak dan memastikan seluruh protokol yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas itu responsif hak anak dan memberikan perlindungan kepada anak. Selain itu, KemenPPPA pun kini memiliki Layanan Pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang dapat di akses oleh siapapun secara 24 jam,” tutur Pribudiarta.
Sebagai kementerian yang memiliki tugas dan fungsi koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, KemenPPPA diberikan tugas tambahan fungsi layanan oleh Presiden Joko Widodo, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang menyebutkan tentang penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional, serta penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional.
Dalam memberikan fungsi layanan tersebut, KemenPPPA menghadirkan layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129. Layanan pengaduan tersebut merupakan wujud nyata hadirnya negara dalam melindungi perempuan dan anak. Kehadiran Call Center SAPA 129 dan WhatsApp 08111-129-129 bertujuan untuk mempermudah akses bagi korban atau pelapor dalam melakukan pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pendataan kasusnya. Terdapat enam (6) standar pelayanan SAPA 129, diantaranya pengaduan masyarakat, pengelolaan kasus, penjangkauan korban, pendampingan korban, mediasi, dan penempatan korban di rumah aman.
Lebih lanjut, Pribudiarta menuturkan, lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pindana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memberikan kekuatan bagi perempuan dan anak akan kepastian hukum serta kepastian atas hak penanganan, hak perlindungan, dan hak pemulihan. Saat ini KemenPPPA juga secara marathon menyusun aturan turuan dari UU TPKS.
“Kami berharap agar peraturan turunan UU TPKS dapat segera dirampungkan sehingga dalam penanganan kasus tindak pindana kekerasan seksual yang saat ini sering kita dengar terjadi di berbagai macam daerah dapat menggunakan UU TPKS. Selain itu, dibutuhkan sinergi, kolaborasi, dan kerjasama dari berbagai macam pihak untuk menuntaskan berbagai macam bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tandas Pribudiarta.
Di dalam kesempatan yang sama, Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan mengungkapkan perempuan dan anak merupakan kelompok rentan yang perlu mendapatkan akses dan perlindungan khusus dalam setiap sektor pembangunan. Hal tersebut perlu menjadi perhatian berbagai macam pemangku kepentingan agar tidak ada lagi kekerasan berbasis gender (KBG) serta terwujudnya akses pembangunan yang merata khususnya bagi perempuan dan anak.
“Pemerintah DKI Jakarta berkomitmen tinggi dalam pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui sinergi dan kolaborasi dengan berbagai macam dinas pengampu. Strategi tersebut diwujudkan dengan kehadiran layanan terintegrasi one-stop-services, Bunga Tanjung, bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di beberapa rumah sakit di Jakarta, dimana terdapat bantuan kesehatan hingga konseling,” ujar Anies Rasyid Baswedan.
Sementara itu, Indian Administrative Services Chief of Brihanmumbai Muncipal Head Office, Dr. Iqbal Singh Chalal, menuturkan angka kekerasan berbasis gender (KBG) yang terjadi di India selama pandemi Covid-19 meningkat drastis. Perempuan memikul proporsi beban rumah tangga yang lebih berat dibandingkan laki-laki. Terlebih, akibat pandemi Covid-19 yang mewajibkan karantina, semakin menunjukkan beratnya beban tersebut sehingga berakhir dengan kekerasan di dalam rumah tangga. Tidak sedikit perempuan yang tertekan secara mental dan fisik, tidak memiliki dukungan justru mendapatkan kekerasan di tempat yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman bagi mereka, yaitu di dalam rumah mereka sendiri.
“Salah satu akar penyebab dari kekerasan berbasis gender (KBG) di dalam rumah tangga adalah pemikiran suami yang lebih superior dan berhak mengontrol istri. Karenanya dibutuhkan advokasi dan edukasi lebih lanjut dalam peningkatan keterampilan dan kemandirian secara finansial bagi perempuan, serta pembentukan dan penguatan sistem penunjang terintegrasi khusus perempuan dan anak,” jelas Iqbal.