Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Nanik Sukristina mengaku bahwa hingga saat ini belum terkonfirmasi ditemukannya kasus penyakit Legionellosis di Kota Pahlawan.
Baca Juga: Menko Polhukam Tinjau Asrama Mahasiswa Nusantara di Surabaya
“Penyakit yang mengarah atau menyerupai adalah Pneumonia, Influenza Like Illness (ILI) atau Severe Acute Respiratory Infection (SARI) dengan memanfaatkan aplikasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR),” kata Nanik, Selasa (27/09/2022).
Ia menjelaskan, penyakit Legionellosis merupakan infeksi pernafasan akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella.“Cara penularan bakteri Legionellosis adalah melalui Aerosol di udara, meminum air yang mengandung bakteri Legionella, aspirasi air yang terkontaminasi, inokulasi langsung melalui peralatan pernafasan, pengompresan luka dengan air yang terkontaminasi, dan sarana faskes yang tidak dikelola dengan baik sehingga menyebabkan infeksi Nosokomial,” jelasnya.
Pada dasarnya semua kelompok umur bisa terserang penyakit Legionellosis, akan tetapi ada beberapa faktor risiko yang mudah terserang, yaitu 75-80 persen berusia lebih dari 50 tahun atau usia lanjut (lansia) adalah kelompok yang lebih rentan terkena penyakit tersebut.
“Serta mempunyai penyakit penyerta, misalnya kencing manis, penyakit jantung, penyakit paru kronis, penyakit ginjal kronis, dan lainnya,” ujarnya.
Oleh sebab itu, selain mengeluarkan SE, Dinas Kesehatan Kota Surabaya juga memberikan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya warga Kota Surabaya terkait kewaspadaan terhadap penyakit Legionellosis melalui Puskesmas setempat.
“Meningkatkan kewaspadaan melalui pengamatan aplikasi Kemenkes Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR). Menindaklanjuti laporan penemuan kasus dari setiap fasilitas pelayanan kesehatan dengan melakukan investigasi dalam 1x24 jam. Dan melakukan penyelidikan Epidemiologi kasus, apabila ditemukan kasus dengan tanda dan gejala Legionellosis yang berasal dari laporan masyarakat, media, maupun faskes,” terangnya.
Selanjutnya, rumah sakit di Kota Surabaya juga tengah siap siaga menghadapi penyakit Legionellosis dengan melakukan pengamatan terhadap gejala sesuai definisi operasional dan klaster Pneumonia, ditatalaksana serta dilakukan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan sesuai SOP.
“Pengendalian faktor risiko lingkungan bakteri Legionella yang terdapat di rumah sakit, karena keberadaan bakteri Legionella di sarana rumah sakit yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menimbulkan infeksi nosokomial. Serta, melaporkan segera ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya, jika ada penemuan kasus potensial sesuai indikasi kasus tersebut dalam waktu kurang dari 24 jam,” ujarnya.
Sedangkan di kesiapsiagaan di puskesmas, yakni melakukan penguatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada seluruh masyarakat Kota Surabaya.
“Dan melakukan penguatan jejaring kerja surveilans lintas program dan lintas sektor di masing-masing wilayah kerja puskesmas,” ucapnya.
Nanik menambahkan bahwa, tempat/lokasi Bakteri Legionella untuk berkembang biak adalah tempat yang menampung air dengan kondisi hangat dan lembab.
“Konsumsi air yang sesuai standar baku mutu air minum (pemantauan kualitas lingkungan, pemeliharaan dan pencatatan) berdasarkan Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum melalui Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) melalui Dinas Kesehatan Kota Surabaya,” imbuhnya.
“Jika ditemukan parameter tidak sesuai standar, segera lapor ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan melakukan intervensi pengendalian faktor risiko dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya,” pungkasnya.