Palembang, Sonora.ID - Kasus dugaan suap yang menyeret Hakim Agung nonaktif Sudrajat Dimyati dan Hakim Yustisial Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA), Eli Tri Pangestu menjadi sorotan utama masyarakat.
Lantas, bagaimana kasus ini dilihat dari kaca mata hukum?
Dedeng Zawawi, S.H., M.H, seorang pengamat hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya menjelaskannya kepada Sonora (30/09/2022).
“Dalam dunia peradilan Indonesia ini cukup memprihatinkan karena untuk level hakim di MA, sudah tersangka KPK dan ditahan. Polanya juga tersistematis karena melibatkan panitera dan beberapa ASN di lingkungan MA dan terkait juga dengan hakim muda. Artinya ada kerjasama, unsur kesengajaan, dan sistematis sehingga memperburuk citra hukum di Indonesia. Padahal MA sebagai lembaga bagi setiap orang mencari keadilan pada level tertinggi,” ujarnya.
Dedeng menilai, hal ini bisa terjadi karena lemahnya di pengawasan baik pengawasan internal MA itu sendiri maupun lembaga lain.
Baca Juga: 7 Perwujudan Nilai Pancasila Dalam Bidang Politik dan Hukum: Materi PPKN Kelas 9 SMP
Komisi Yudisial sebagai pengawas prilaku hakim semestinya bisa memaksimalkan dan memantau sistem peradilan yang ada di MA.
Selain itu, perekrutan hakim bagian dari aspek integritas dipertanyakan. Apakah memang ada unsur kesengajaan atau sistem perekrutan yang bermasalah.
Presiden Joko Widodo juga sudah memerintahkan untuk memperbaiki peradilan di Indonesia.
Namun, hal itu menurut Dedeng seharusnya tidak perlu dilakukan sebab bagaimana sistem dibenahi kembali kepada integritas penegak hukum.
Berkaca dari Hakim Artidjo Akostar yang berani memutus kasus besar, maka artinya segalanya bisa dilakukan asal ada kemauan.
Dunia hukum Indonesia perlu memperbaiki citra bahwa lembaga peradilan terutama MA adalah lembaga yang dapat dipercaya masyarakat.