Sonora.ID - Proses transisi energi yang tengah berlangsung semakin menguatkan peranan industri hulu migas.
Peranan hulu migas dalam dalam jangka pendek pun masih merupakan sumber pendapatan negara yang strategis, dalam jangka panjang akan menjadi sebagai penggerak perekonomian nasional.
Hal tersebut mengemuka dalam focus group discussion media yang diselenggarakan di Bandung (3/10).
Kebutuhan energi di era transisi masih akan dipasok oleh energi yang berasal dari fosil, termasuk minyak dan gas bumi.
Proses menuju tahun 2060 nett zero emission dalam proses perjalanannya energi terbarukan dan energi fosil saling melengkapi dan mengisi dalam bauran kebutuhan energi ke depan.
“Kebutuhan energi yang bersumber dari minyak dan gas terus meningkat. Saat ini saja Indonesia adalah net importir minyak dari sejak tahun 2004. Oleh karena itu di era transisi energi pemerintah harus meningkatkan produksi minyak agar bisa mengurangi impor minyak, sehingga negara memiliki ruang yang lebih luas untuk mengalokasikan pembiayaan energi terbarukan”, kata Mamit Setiawan pengamat energi dari Energy Watch dalam FGD media tersebut.
Mamit mengatkan, industri hulu migas perlu dukungan besar dari berbagai stakeholders agar kekayaan alam migas dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat dari UUD 1945.
Pada sisi lain Industri hulu migas mampu bertransformasi dalam menuju energi yang lebih bersih, dengan cara melakukan efisiensi energi maupun mengembangkan potensi bisnis CCS/CCUS.
Bahkan kedepan, jika bisnis CCS/CCUS sudah sanga dominan, justru industri hulu migas telah berubah menjadi industri bersih, karena membantu menyerap dan menyimpan CO2 yang dikeluarkan oleh industri lain, seperti industri semen, industri besi baja dan lainnya.