Find Us On Social Media :
Gedung BRIN (Istimewa)

BRIN: Pandemi COVID-19 Dinilai Berhasil Membuka Mata Umat Manusia, Untuk Beralih Menggunakan Energi Baru dan Energi Terbarukan.

Paramayudha Adikara - Kamis, 13 Oktober 2022 | 19:15 WIB

Jakarta,Sonora.Id - Peradaban manusia tidak dapat terus menerus bergantung kepada energi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil. Mengingat, bahan bakar fosil memiliki keterbatasan sumber daya, dan tidak dapat diperbarui secara instan.

Dewasa ini banyak negara-negara yang telah berkomitmen, untuk mulai bertransformasi, dari semula menggunakan energi fosil, beralih menggunakan energi baru dan energi terbarukan. Langkah ini dinilai dapat menjadi solusi atas keterbatasan bahan bakar fosil.

Pada sore ini (13/10), dalam Program Ngobrol Pintar Sore atau Ngopi Sore, yang diselenggarakan oleh Radio Sonora Jakarta, Prof. Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi yang merupakan salah seorang peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membagikan pengetahuan seputar energi baru terbarukan.

Prof. Eniya mengungkapkan, sesuai dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan dibagi menjadi dua kategori, energi baru yang mencangkup nuklir dan hidrogen, dan energi terbarukan yang mencangkup sumber energi non-fosil yang tidak dapat habis, seperti halnya sinar matahari.

"Kita membagi dua, energi baru dan energi terbarukan. Energi baru itu, semua yang dihasilkan dari teknologi baru. Nah, kategori ini biasanya untuk nuklir dan hidrogen. Ada dua hal yang baru, dan ada sebagian yang berpendapat, dengan teknologi baru bisa mencairkan batu bara. Itu ada juga yang berpendapat itu masuk kategori energi baru," terang Prof. Eniya, Kamis (13/10/2022).

Baca Juga: BRIN: Kedaulatan Pangan dan Energi, Tantangan Besar Bangsa Indonesia

Dalam sampaiannya, Prof. Eniya turut menjelaskan perihal urgensi untuk menggunakan energi baru dan energi terbarukan di Indonesia. Menurutnya sektor transportasi telah mengeluarkan emisi yang terbilang banyak.

Ia pun mengajak kita untuk mengingat masa ketika lockdown diberlakukan pada awal pandemi. Dengan berkurangnya mobilitas masyarakat, langit di wilayah Pulau Jawa pada saat itu terlihat biru, hal itu menurut Prof. Eniya, merupakan suatu bukti jika emisi dari sektor transportasi manusia telah menyumbang emisi yang tidak sedikit. Demikian juga dengan emisi dari sektor industri, yang turut menyumbang emisi di Indonesia.

"Tercemar, ya tercemar. Apalagi Jakarta banyak sekali sepeda motor yang bergerak, mobil yang bergerak, sehingga sangat tinggi sekali polusinya. Ini diikuti juga dengan kondisi global warming, itu suhunya berubah-ubah," ujar Prof. Eniya, Kamis (13/10/2022).

Kesadaran akan tingginya polusi di lingkungan kita inilah yang dinilai oleh Prof. Eniya, menciptakan tindak lanjut manusia secara global, untuk membenahi lingkungannya, dengan cara bertransformasi ke energi baru dan energi terbarukan.

Ia pun mengatakan kesadaran untuk membenahi lingkungan tempat tinggal manusia ataupun mahluk hidup lainnya, saat ini serentak dimiliki oleh umat manusia. Hal itu terlihat dari banyaknya organisasi ataupun komunitas global, yang mulai mengkampanyekan energi baru dan energi terbarukan.