Find Us On Social Media :
Penguji dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, memindahkan tali toga sebagai simbolis pengesahan gelar Doktor kepada Dr. dr. Johan A. Hutauruk, SpM(K) selaku Spesialis Mata Kornea, Katarak dan Bedah Refraktif JEC, sekaligus Presiden Direktur JEC Korporat, usai Ujian Terbuka, Program Doktor, di UGM, Yogyakarta (24/10). (Istimewa)

Presiden Direktur JEC Korporat Dr. Johan A. Hutauruk, SpM (K) Resmi Dikukuhkan Menjadi Doktor

Jumar Sudiyana - Senin, 31 Oktober 2022 | 11:48 WIB

Jakarta,Sonora.Id – Katarak, atau kekeruhan lensa mata adalah penyebab utama kebutaan di dunia dan Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) menyebutkan bahwa pada 2020, 8 juta orang di Tanah Air mengalami gangguan penglihatan, dengan 81,2 persen di antaranya disebabkan oleh katarak. “Operasi katarak menjadi pilihan utama untuk memulihkan penglihatan, tetapi pertanyaan diatas akan sering ditanyakan oleh pasien dan dokter mata berusaha mencari faktor yang mempengaruhi kualitas penglihatan” ungkap DR. Dr. Johan A. Hutauruk, SpM (K), Spesialis Mata Kornea, Katarak dan Bedah Refraktif JEC, sekaligus Presiden Direktur JEC Korporat.

Concern terhadap situasi tersebut melandasi DR. Dr. Johan A. Hutauruk, SpM (K) untuk menggagas penelitian secara mendalam guna memahami perbedaan kualitas penglihatan antara pasien pseudofakia usia lanjut dengan pasien dewasa muda normal (yang belum melakukan tindakan operasi katarak). Kelompok pasien dewasa muda dijadikan pembanding (kelompok kontrol) lantaran dianggap berada pada fase usia dengan kualitas penglihatan terbaik. Kedua kelompok memiliki mata dengan indeks visus 6/6 (standar penglihatan yang setara 100 persen, berdasarkan pemeriksaan menggunakan Snellen Chart).

Meskipun penglihatan sangat baik, kedua kelompok diminta mengisi kuesioner adanya gangguan penglihatan seperti sering silau, berkabut, melihat lingkaran pada lampu (haloes), dan juga dilakukan serangkaian pemeriksaan dengan alat diagnostic yang canggih untuk mengukur lebar pupil, kelengkungan kornea dan adanya aberasi penglihatan (higher-order aberration). Pemeriksaan objektif, seperti Snellen Chart, tidak bisa mendeteksi adanya gangguan penglihatan yang dikeluhkan pasien tersebut. Karenanya, penelitian ini tidak berhenti pada perbedaan kualitas penglihatan antara kedua kelompok, tetapi juga mengetahui komponen optikal yang turut memengaruhi.

Penelitian ini selaras dengan visi JEC Eye Hospitals & Clinics sebagai eye care leader di Indonesia untuk mengoptimalkan penglihatan dan kualitas hidup masyarakat di Tanah Air.