Find Us On Social Media :
Gencarkan Budaya Sensor Mandiri, Lembaga Sensor Film Ajak Pegawai Bioskop Diskusi Bersama (Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi )

Gencarkan Budaya Sensor Mandiri, Lembaga Sensor Film Ajak Pegawai Bioskop Diskusi Bersama

Saortua Marbun - Senin, 31 Oktober 2022 | 21:00 WIB

Sonora.ID – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui Lembaga Sensor Film (LSF) terus berkomitmen meningkatkan kesadaran masyarakat melakukan Budaya Sensor Mandiri.

Setelah dilaksanakan Kampanye Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri Bioskop Sadar Sensor, LSF secara masif terus menyosialisasikan Budaya Sensor Mandiri dengan berbagai pemangku kepentingan, salah satunya dengan para pegawai bioskop.

Ketua LSF, Rommy Fibri Hardiyanto mengatakan saat ini masih ada orang tua yang belum sadar akan budaya sensor mandiri sehingga memaksa pihak bioskop untuk memperbolehkan anaknya ikut menonton film yang tidak sesuai usianya.

“Kesalahan ini bukan pada bioskopnya, namun pengetahuan orang tua untuk melakukan sensor mandiri belum terimplementasi. Padahal pihak bioskop sudah mencantumkan klasifikasi usia dan melakukan screening usia kepada para penonton,” ujar Rommy dalam acara Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri bagi Pegawai Bioskop di Jakarta, pada Senin (31/10).

Untuk itu, Rommy mengajak seluruh pemangku kepentingan termasuk Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) bersama-sama mengkampanyekan Gerakan Budaya Sensor Mandiri untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam memilah dan memilih tontonan.

“Hari ini, LSF bertemu dengan kalangan bioskop untuk brainstorming. Kami sudah berkampanye melalui media massa, televisi, dan sebagainya. Jangan sampai di lapangan ada informasi yang belum tersampaikan ke lapangan yaitu kepada pihak bioskop. Hari ini kita samakan frekuensinya agar semua yang telah disampaikan bisa dilakukan oleh teman-teman pengelola bioskop,” ungkap Rommy.

Baca Juga: Tanggal Merah Bulan November 2022 Serta Hari Penting Nasional dan Internasional

Rommy juga mengatakan, acara sosialisasi Budaya Sensor Mandiri telah dilakukan LSF di beberapa daerah. “Semoga apa yang akan didiskusikan dapat menambah pengetahuan dan menjadikan kesuksesan bersama dalam menjalankan tugas,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua GPBSI, Djonny Syafrudin menyambut baik gerakan kampanye bersama Sensor Mandiri.

“Kolaborasi dengan LSF saya sambut 100 persen dan kita harus merumuskan teknis gerakan ini untuk dilakukan oleh para pegawai bioskop. Selain itu harus ada pakar dari berbagai wilayah yang dikumpulkan untuk diberi arahan dan menyampaikan lebih lanjut kepada pegawai,” tuturnya.

Setelah ini, GPBSI bersama LSF, untuk melakukan edukasi secara periodik kepada para staf di bioskop supaya dapat menjalankan aktivitas tanpa menyalahi aturan namun dengan tetap mengedepankan pelayanan prima.

Dalam sesi disuksi, kali ini LSF menghadirkan tiga narasumber yaitu Nasrullah selaku Ketua Komisi I Bidang Penyensoran, Dialog, Komunikasi, dan Data; Ahmad Yani Basuki selaku Ketua Komisi II Bidang Pemantauan, Hukum, dan Advokasi; dan Naswardi, Ketua Komisi III Bidang Sosialisasi dan Hubungan Antarlembaga.
 
Nasrullah menyampaikan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri yang telah dicanangkan pada penghujung tahun 2021 lalu semakin digencarkan oleh LSF. Dalam Pasal 61 UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman disebutkan bahwa Lembaga Sensor Film membantu masyarakat agar dapat memilah dan menikmati pertunjukan film yang bermutu serta memahami pengaruh film dan iklan film.

Baca Juga: Kembangkan Budaya Riset di Indonesia, BRIN Konversi LKIR dan NYIA di tahun 2023

Menurut Nasrullah, bioskop berperan sebagai tempat berkembangnya peradaban manusia. LSF mengajak pemangku kepentingan dan para penikmat film untuk berkolaborasi dalam mengoptimalkan dampak positif bioskop dengan saling mengingatkan satu sama lain untuk tertib menonton film sesuai usianya. “LSF hadir bersama-sama dengan masyarakat untuk memajukan peradaban,” tekannya.

Nasrullah mengatakan ada beberapa kriteria film yang mendapat catatan untuk diperbaiki, yaitu mengandung kekerasan, mengandung narkotika (mencontohkan penggunaan narkotika), pornografi, penjatuhan harkat dan martabat (adanya konflik atau adegan yang mengandung perundungan SARA), serta pelecehan agama.

“Harapan saya semoga masyarakat semakin pintar dalam memilih tontonan yang berkualitas dan mendidik,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II, Ahmad Yani Basuki mengatakan LSF menjadi jembatan untuk menyosialisasikan bagaimana menonton film yang baik. “Salah satu tugas komisi pemantauan adalah memastikan bahwa film yang ditayangkan adalah sesuai klasifikasi usia. Sehingga film yang betul-betul strategis bisa sampai ke masyarakat sesuai usianya,” imbuhnya.

Selanjutnya, Ketua Komisi III, Naswardi mengatakan GPBSI dan bioskop merupakan pilar penting dalam memasifkan Gerakan Budaya Sensor Mandiri. “Gerakan ini adalah gerakan yang sederhana sebagai literasi dan edukasi masyarakat untuk memilah dan memilih tontonan yang sesuai dengan klasifikasi usia,” ujar Naswardi.

Terkait tugas literasi ini beberapa bentuk kegiatan telah dilakukan oleh LSF dalam kurun waktu dua tahun ke belakang. Diantaranya melalui webinar yang mengundang narasumber dari praktisi film, akademisi, aktor maupun aktris hingga pemerintah, Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri secara luring dan kolaborasi dengan beberapa perguruan tinggi maupun pemerintah daerah, dan pembentukan Desa Sensor Mandiri.

Baca Juga: Kapolda Metro Jaya Fadil Imran Minta Jajaran Direktorat Intelkam untuk Diperkuat Fungsinya Guna Mendeteksi Dini Gangguan Keamanan

Adal lima hal yang telah dilakukan LSF dalam mengakselerasi Gerakan Budaya Sensor Mandiri, yaitu kampanye bersama Sensor Mandiri antara LSF dan GPBSI, pemutaran konten literasi budaya sensor mandiri di bioskop, informasi klasifikasi usia film di layar ticketing bioskop, brosur atau pamflet klasifikasi usia di bioskop, serta sosialisasi bersama di kanal media sosial GPBSI, bioskop, dan LSF.

Selain Ketua LSF dan Ketua GPBSI, kegiatan diskusi ini turut dihadiri oleh Wakil Ketua LSF, Ervan Ismail dan Anggota LSF serta beberapa perwakilan pengusaha bioskop seperti Cinema XXI, CGV, dan Cinepolis.
 
“Kami mendukung supaya gerakan ini lebih masif lagi. Kita hanya bisa menyajikan tontonan selebihnya masyarakat yang pilih. Namun  masyarakat harus diedukasi karena anak-anak di bawah usia 7 tahun itu adalah masa emas untuk menangkap apa yang didengar dan dilihat,” tutur Arindria Pratama Lubis dari perwakilan CGV.
 
Sementara itu, Prayitno perwakilan dari XXI mengaku mendukung dengan Gerakan Sensor Mandiri.

“Bioskop sudah menjalankan SOP untuk mentertibkan penontonnya yang berasal dai berbagai latar belakang itu. Maka akan lebih baik jika masyarakat sudah teredukasi dengan baik sebelum datang ke bioskop. Mari kita bekerja sama untuk mengimplementasikan Budaya Sensor Mandiri untuk peradaban manusia yang lebih maju dan bermartabat,” ucapnya.

Firda Safitri perwakilan dari Cinepolis Kalibata menyampaikan bahwa Gerakan Budaya Sensor Mandiri ini sangat penting untuk masyarakat atau penonton agar bisa menyesuaikan film yang akan ditonton sesuai dengan usia. “Upaya yang telah dilakukan oleh kami dalam mendukung gerakan ini adalah dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada para penonton tentang batasan usia dalam film tersebut,” ujar Firda.

Baca Juga: Donasi 200 Vial Fomepizoledari dari Jepang untuk Obati Gagal Ginjal Akut Tiba di Indonesia dan Siap Didistribusikan