Find Us On Social Media :
Duta Baca Indonesia Gol A Gong mengawali talk show gerakan literasi di Palu Sulteng (Perpusnas)

Perpusnas Gelar Workshop Literasi di Palu

Jumar Sudiyana - Selasa, 8 November 2022 | 13:44 WIB

Palu, Sonora.Id - Musibah tsunami dan likuefaksi memang telah meluluhlantakkan sebagian Kota Palu dan sekitarnya. Safari literasi Duta Baca Indonesia membawa optimisme agar lahir penulis hebat dari Bumi Tadulako.

"Menulis bukan pekerjaan melamun. Perlu riset agar tulisan berkualitas. Bisa karena terbiasa. Mulailah dari tulisan yang sederhana, seperti kisah inspiratif dari orang sekitar," ujar Gol A Gong mengawali talk show 'Membaca itu sehat, Menulis itu hebat', Selasa, (8/11/2022).

Indonesia sejatinya dikaruniai banyak penulis yang berpotensial, namun minimnya dukungan anggaran keberpihakan kepada kegiatan kepenulisan mengakibatkan masyarakat masih dalam kondisi kekurangan bahan bacaan.

Jangan mengulang pernyataan kalau budaya baca kita rendah. Tapi, dukungan anggaran juga belum memadai sehingga kurang signifikan beranjak dari disparitas 1 buku ditunggui 90 penduduk.

"Duta Baca Indonesia sampai kini terus berkolaborasi dengan mitra Forum Lingkar Pena (FLP), Forum TBM, GPMB, dan IPI, agar kesenjangan rasio buku dengan penduduk berkurang, " tambah Gong.

Kehadiran Gol A Gong di Sulteng disambut antusias oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Mereka bahkan telah jauh-jauh hari mengadakan kegiatan Festival Literasi yang menghadirkan 28 ragam perlombaan minat baca dan literasi dengan 270 pemenang.

"Kalau tidak berinovasi, perpustakaan akan ditinggal," ungkap Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulteng I Nyoman Sriadijaya.

Tidak hanya pengembangan budaya baca yang menjadi perhatian penting Perpustakaan Nasional, program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial (TPBIS) turut menjadi prioritas.

"Selain upaya mencerdaskan bangsa sesuai amanah UU lewat perpustakaan, ikhtiar memajukan kesejahteraan umum bisa diwujudkan melalui program TPBIS tersebut," ujar Pustakawan Utama Perpusnas Dedi Junaedi.

Masyarakat Sulteng secara umum bisa dikatakan bisa membaca. Namun, jika apakah senang membaca, beda lagi parameter ukurannya.

Duta Baca Sulteng Asrianti mengakui kalau dulu dirinya kurang senang dengan membaca. Namun, satu pengalaman yang menginspirasi telah mengubah cara pandangnya.

"Apa yang kita baca akan lebih bermanfaat ketika diaplikasikan dalam tulisan atau karya seni, pungkas Asrianti