Palembang, Sonora.ID - Hermawan, Ketua Federasi Serikat Buruh Niaga, informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka Industri (Nikeuba) KSBSI Sumsel kepada Sonora FM Palembang (11/11/2022) mengatakan bahwa kondisi buruh saat ini sangat mengenaskan karena tahun kemarin upah tidak mengalami kenaikan sementara harga-harga melambung tinggi, kebutuhan pokok tidak terjangkau, dan tahun ini belum ada kejelasan.
“Situasi ini sangat menyengsarakan kaum buruh,” ujarnya.
Ia menilai kenaikan upah buruh tidak didasarkan kepada kebijakan pemerintah yang ingin mensejahterakan masyarakat tapi didasarkan atas aturan yang berlaku saat ini, yaitu undang-undang cipta kerja dan turunannya peraturan pemerintah nomor 36 tahun 2021.
Di dalam undang-undang tersebut sudah ada formulanya bagaimana menghitung kenaikan upah yang dibuat sedemikian rupa, yang akan menyulitkan buruh untuk naik upah secara significan.
Berbeda dengan sebelumnya, kenaikan upah didasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
“Sekarang ada batas bawah, batas atas sehingga kenaikan tidak significant, sudah ada formulanya,” ujarnya.
Baca Juga: Perbedaan UMK dan UMR, Menentukan Gaji Bulanan Jangan Sampai Nggak Tahu!
Ia menambahkan peraturan ini sangat merugikan kaum buruh.
Undang-undang cipta kerja sudah dinyatakan inskonstitusional bersyarat oleh MK sehingga kebijakan yang bersifat strategis harus ditangguhkan termasuk masalah kenaikan upah buruh. Kenaikan buruh sebaiknya berkisaran 13 % untuk menutup tidak adanya kenaikan upah buruh tahun lalu dan sekarang.
Bila upah buruh naik maka mereka bisa hidup lebih layak dan bisa meningkatkan daya beli untuk meningkatkan sector-sektor lain.
“Pemerintah seperti kebingungan, katanya undang-undang cipta kerja membantu perkonomian, membuka investasi, nyatanya tidak berjalan, PHK dimana-mana, yang dirugikan selalu buruh. Pengusaha kesulitan buruh yang ditekan. Pemerintah seharusnya mencari solusi agar ruang antara pengusaha dan buruh tidak terlalu lebar,” ujarnya.