Bandung, Sonora.ID – Secara gamblang Asosiasi Pengusaha Imdonesia (Apindo ) Jawa Barat (Jabar) menolak diberlakukannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 mengenai Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Dalam Permenaker tersebut, disebutkan mengenai kenaikan upah minimum tahun 2023 tidak melebihi dari 10 persen.
"Peraturan ini akan sangat merugikan para pengusaha yang nantinya berdampak kepada para pekerja, bahkan bisa ada PHK massal," ucap Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik dalam siaran persnya kepada Sonora Bandung, Jumat (25/11/2022).
"Dan sesuai arahan DPN Apindo, maka Apindo akan melakukan uji materiil ke MA, dan saat yang sama, dalam penentuan upah, kami menolak Permenaker," tegasnya.
Menurutnya, Permenaker yang diterbitkan pada pekan lalu, bertentangan dengan PP No 36 Tahun 2021, Keputusan Mahkamah Konstitusi dan Instruksi Mendagri.
"Formula perhitungan upah dalam Permenaker itu terasa tidak ideal dan terlalu dipaksakan," ungkap Ning.
"Permenaker ini membuat disparitas semakin luas. Dalam pengitungan upah yang disebut dalam Permenaker ini membuat daerah yang memiliki upah tinggi maka kenaikan nya juga akan tinggi," ungkapnya lagi.
"Jika Permanker ini diterapkan, maka akan berdampak sangat besar bagi dunia usaha. Karena akan sangat merugikan. Untuk itu kami menolak Permanaker tersebut," tegasnya.
Lebih lanjut Ning juga menjelaskan terkait Dewan Pengupahan Apindo yang ikut serta dalam rapat Dewan Pengupahan, padahal menolak Permenaker.
"Kami menghormati proses pengupahan yang benar. Sebagai salah satu unsur tripartit, kami sangat paham bahwa Dewan Pengupahan adalah wadah yang tepat untuk dikemukakannya ketidaksetujuan kami atas Permenaker tersebut," jelas Ning.
Ning juga memaparkan, bahwa saat ini, sektor usaha di Jabar tidak berbeda dengan sektor usaha-usaha di provinsi yang lain, yang terdampak krisis.
"Banyak industri padat karya, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang merasakan hantaman paling keras," paparnya.
"Mulai dari permintaan pasar yang menurun, ketatnya persaingan di pasar domestik karena banyaknya barang-barang impor, menjadikan kami berada di survival game. Bahkan ada perusahaan anggota kami, yang tinggal memilik order 20 persen dari kapasitas," beber Ning.
Bila Permenaker ini diterapkan, lanjut Ning, pastinya akan berdampak besar, baik pada pengusahanya maupun para pekerjanya.
"Dampaknya sangat dahsyat, perusahaan yang kesulitan bertahan otomatis akan melakukan pengurangan karyawan, dan bahkan penutupan usahanya," tutur Ning.
"Mari bersama-sama kita hadapi situasi yang sulit ini. Kami paham rekan-rekan pekerja mengalami kesulitan. Demikianpun dengan pengusaha. Kita harus tetap bersama-sama, sharing the pain, tetap bersatu, saling mendukung sehingga nantinya kita bisa selamat melewati situasi sulit ini," ucap Ning.
Dalam siaran pers ini, juga disampaikan informasi pekerja yang terkena PHK berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), yang menyebut di Jawa Barat ada 500 karyawan yang di PHK.
"Jumlah itu memang dari perusahaan-perusahaan di Jabar, tapi tidak semua perusahaan itu adalah anggota Apindo. Jadi pastinya berapa secara keseluruhan, kami tidak tahu. Pak Menteri tentu lebih memiliki resources yang bisa menyampaikan data lebih akurat," kata Ning.
Terkait PHK, Ning mengatakan, bahwa dari data Apindo, di luar perusahaan sepatu, terakhir per awal November ini ada perusahaan yang melakukan pengurangan karyawan sebanyak 79 ribu.
"Ada dua perusahaan yang sampai sekarang belum bisa saya konfirmasi total pengurangan pekerja di perusahaan mereka baru-baru ini, jadi kalau data sudah masuk pasti tembus 80 ribu," pungkasnya.
Baca Juga: Pekerjaan Apapun Sangat Dihargai, Ini Daftar 20 Negara dengan Upah Minimum Tertinggi di Dunia!