Sonora.ID – Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 27,94% penduduk di dalam negeri berasal dari generasi kelahiran 1997-2012, atau orang-orang yang berusia 10-24 tahun.
Jumlahnya ada 68.662.815 jiwa hingga 31 Desember 2021. Dengan angka tersebut, saat ini penduduk usia Gen Z di Indonesia mendominasi populasi.
Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan Wilayah Bursa Efek Indonesia (KPw BEI) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Pintor Nasution dalam siaran persnya, Minggu (27/11/2022).
“Menariknya, Gen Z yang berada di bawah kelompok usia milenial ini, memiliki karakteristik paling cepat beradaptasi dengan teknologi ketimbang generasi-generasi sebelumnya. Bahkan, tak jarang mereka yang berperan membantu generasi sebelumnya dalam pengaplikasian teknologi," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Pintor, Gen Z juga cenderung lebih aktif dalam berkomunikasi melalui dunia maya, salah satunya ialah dengan memanfaatkan aplikasi media sosial atau aplikasi berbagi pesan.
"Dari sisi finansial, Gen Z lebih cenderung memprioritaskan bagaimana cara mencapai kekayaan. Hal ini berkaitan dengan mayoritas Gen Z yang sudah semakin terbuka dan secara bertahap mulai meningkatkan literasi finansial,” jelas Pintor.
Namun, dengan karakteristik ini sambungnya, investasi saham di pasar modal menjadi pilihan yang menarik bagi mereka, karena investasi saham dapat dilakukan secara online, sehingga dapat dilakukan di manapun dan kapanpun.
Oleh sebab itu, Gen Z akan dengan cepat mempelajari cara berinvestasi saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), diikuti dengan memperhatikan aspek 3P (Paham, Punya, Pantau).
Pertama, investor perlu untuk memahami tujuan investasi, termasuk dengan kondisi keuangan pribadi sebelum memulai investasi.
Kemudian, investor perlu memahami bahwa setiap investasi mengandung keuntungan dan risiko.
Oleh karena itu, penting bagi seorang investor untuk mengetahui profil risiko masing-masing.
Apakah dia tergolong sebagai investor yang agresif, yang artinya investor sanggup menanggung risiko fluktuasi harga dalam jangka waktu pendek, serta tidak mudah panik jika investasi sahamnya suatu waktu mengalami penurunan atau depresiasi.
“Jika seorang investor cenderung moderat, maka investor tipe ini hanya bisa mengalokasikan sebagian dana investasinya pada instrumen saham. Sementara jika investor tersebut adalah individu yang konservatif, porsi instrumen saham cenderung lebih sedikit dibandingkan instrumen lain seperti reksa dana, obligasi, surat utang negara (SUN) dan deposito yang tergolong instrumen dengan risiko yang lebih rendah,“ ucapnya.
Langkah selanjutnya, mempunyai rekening investasi di perusahaan sekuritas yang diawasi oleh OJK, serta sudah memiliki pilihan instrumen investasi yang telah dipilih sebelumnya.
Setelah menjadi nasabah perusahaan sekuritas, maka investor akan diajarkan cara bertransaksi secara online menggunakan fasilitas sistem perdagangan milik perusahaan sekuritas tempat investor memiliki rekening efek.
Lalu, investor bisa mempelajari kinerja perusahaan-perusahaan yang sahamnya diperjualbelikan di BEI.
Kemudian, jangan lupa untuk tetap memantau portofolio investasi secara berkala, serta terus mempelajari informasi, berita perkembangan dan kinerja dari perusahaan yang berkaitan dengan produk investasi yang telah dipilih.
Terakhir, investor perlu melakukan diversifikasi saham untuk meminimalkan risiko.
Sesuai pepatah investasi yang mengatakan, “Jangan simpan telurmu dalam satu keranjang,” artinya jangan simpan semua uangmu pada satu jenis saham.
Karena jika keranjang tersebut terjatuh, maka semua telur akan pecah, yang berarti jika saham yang kamu beli mengalami penurunan harga, semua uangmu akan terkoreksi nilainya.