Sonora.ID - Melansir dari laman KBBI V, cerpen atau cerita pendek diartikan sebagai sebuah kisah pendek (kurang dari 10.000 kata) yang mampu memberikan kesan tunggal yang dominan serta memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).
Sementara itu mengutip dari buku berjudul Cerita Pendek dan Cerita Fantasi: Untuk Guru dan Siswa, cerpen merupakan cerita yang diangkat dari suatu peristiwa atau pengalaman seseorang yang paling berkesan dan paling menarik untuk diceritakan kepasa orang lain dengan tujuan memberi edukasi moral, religi, ataupun hiburan.
Cerpen ini pun memiliki struktur di antaranya sebagai berikut.
- Abstrak: gambaran awal dari cerita.
- Orientasi: bagian yang mengenalkan tokoh, latar, dan peristiwa awal cerita.
- Komplikasi: urutan kejadian atau konflik yang dihubungkan secara sebab akibat.
- Evaluasi: menunjukkan adanya konflik yang semakin memuncak atau mencapai klimaks dan mulai ada solusi.
- Resolusi: bagian akhir yang berisi solusi atau jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi oleh tokoh.
- Koda: amanat, pesan, atau nasihat yang disampaikan oleh penulis cerpen kepada pembaca.
Untuk memperjelas pemahaman mengenai struktur cerpen ini berikut beberapa contoh cerpen tentang sekolah.
Baca Juga: 8 Contoh Cerpen Persahabatan, Singkat tapi Penuh Makna
Contoh Cerpen tentang Sekolah
Hadiah dari Ayah
Ketika sudah memasuki Sekolah Dasar (SD), ayah selalu berjanji kalau aku mendapatkan rangking 10 besar akan diberikan hadiah. Namun, saat pertama kali aku kelas 1 SD tak pernah mendapatkan rangking 10 besar, sehingga aku gagal mendapatkan hadiah. Melihat keadaanku yang murung, ayah memberikanku sebuah motivasi untuk tidak menyerah dan selalu belajar agar bisa mencapai rangking 10 besar dan hanya berada di 15 besar saja.
Masuk tahun ajaran baru dan aku naik ke kelas 2 SD, di kelas ini, aku selalu ingat dengan motivasi ayah agar rajin belajar. Kemudian aku terus belajar agar bisa masuk ke 10 besar, tetapi ketika belajar aku selalu merasa lelah karena sudah belajar di sekolah dan belajar lagi di rumah. Bahkan, aku seperti merasa sia-sia ketika sudah belajar dengan sungguh-sungguh karena tetap belum bisa masuk ke 10 besar.
Tak pernah berhenti, ayah selalu berusaha mengingatkanku untuk terus semangat dan tidak pernah menyerah.
Ayah berkata, “coba kamu lihat waktu kelas satu kamu sudah berhasil mencapai 15 besar, kini di kelas 2 SD, kamu sudah naik ke peringkat 12 besar itu tandanya usaha kamu tidak sia-sia.”
Aku yang mendengarkan perkataan ayah menjadi lebih semangat untuk melakukan belajar kembali di rumah.
Ketika semester pertama di kelas 3 SD, aku sangat senang karena berhasil masuk ke 9 besar. Ayah mendengar kabar itu sangat senang dan tak lupa dengan janjinya ketika pertama kali aku masuk SD.
“Anak ayah memang hebat, kamu mau hadiah apa karena sudah berhasil masuk ke 9 besar?”
“Aku ingin hadiah mainan robot-robotan yang kemarin kita lihat di mall.”
“Berarti hari minggu besok, kita pergi ke mall untuk beli robot-robotan.”
Setelah mendapatkan hadiah, akhirnya aku mengerti bahwa berjuang dengan sungguh-sungguh pasti akan ada hasilnya.
Teman yang Baik
Rina dan Dini dikenal sebagai sahabat baik yang populer di sekolah. Meskipun berbeda kelas, tapi mereka selalu menghabiskan waktu istirahat bersama. Tidak ada yang meragukan eratnya persahabatan di antara mereka.
Meski berbeda karakter, tetap tidak menghalangi kedekatan mereka. Rina merupakan seorang siswi pendiam yang tidak akan populer jika tidak bersama Dini. Sedangkan Dini cenderung seperti seorang pembual yang hobi memamerkan barang-barang milik Rina.
Suatu hari pada sebuah acara pengundian hadiah, Rina terpilih menjadi salah satu pemenang. Ia datang bersama Dini. Di sana para pemenang diperbolehkan untuk memilih sendiri hadiah berupa voucher belanja dengan berbagai nominal.
Dari lima pemenang terpilih, Rina mendapat giliran keempat untuk mengambil hadiah. Rina melihat pemenang yang akan mengambil hadiah setelahnya, yaitu seorang ibu berpakaian lusuh dengan keempat anaknya yang masih kecil. Ia kemudian melihat voucher yang tersisa.
Melihat nominal pada voucher yang tinggal dua pilihan, ia memilih voucher belanja dengan nominal paling rendah kemudian berbalik dan tersenyum pada ibu dan empat anaknya. Hal ini membuat Dini terkejut dan menganggapnya bodoh.
Dini kemudian mencoba menguji Rina dengan uang yang ia bawa. Ia meminta Rina untuk mengambil salah satu uang yang ia sodorkan. Sedikit bingung, Rina mengambil uang dengan nominal paling rendah.
Keesokan harinya Dini bercerita kepada teman-temannya tentang kebodohan Rina. Untuk membuktikannya, Dini memanggil Rina ke hadapan teman-teman kelasnya.
“Hai, Rin, aku ada uang nganggur nih. Kamu pilih yang mana? Aku kasih buat kamu.” Dini menyodorkan uang sejumlah Rp10.000 dan Rp20.000 kepada Rina.
Rina pun mengambil Rp10.000 dari Dini. Dini dan teman-temannya tertawa dan mengatakan bahwa Rina bodoh. Peristiwa ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Beberapa teman Dini juga ikut-ikutan melakukan hal itu.
Rina tetap diam dipermalukan seperti itu. Dan setiap kali dipaksa untuk memilih, ia selalu bersikap tenang dan memilih uang dengan nominal yang paling rendah. Ia juga ikut tertawa ketika orang-orang menertawakannya.
Hingga suatu hari ketika Dini memamerkan kebodohan Rina pada salah seorang kakak kelas terpopuler bernama Rifki dihadapan teman-teman kelasnya. Dini kembali menyodorkan uang, kali ini bernominal Rp50.000 dan Rp100.000, kepada Rina dan memintanya memilih.
Lagi-lagi Rina memilih uang dengan nominal terendah. Semua orang tertawa, menertawakan Rina yang hanya tertunduk, kecuali Rifki. Ia tertegun mengamati siapa sebenarnya yang sedang membodohi siapa.
“Lihat, Kak. Teman baikku yang satu ini unik kan?” kata Dini kembali mulai mempermalukan Rina.