Sonora.ID - Peringatan Hari Pendengaran Sedunia pada tanggal 3 Maret menjadi momentum bagi masyarakat untuk lebih peduli pada mereka yang memiliki gangguan pendengaran.
Ajakan ini dilatarbelakangi data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan bertajuk The World Report on Hearing tahun 2021 yang memetakan setidaknya terdapat 1,5 miliar orang di dunia yang menderita gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran terbagi menjadi 4 kategori, yakni gangguan pendengaran ringan, sedang, berat dan sangat berat.
WHO menyebut, penderita gangguan pendengaran ringan hingga berat umumnya masih dapat berkomunikasi secara lisan. Dengan didukung alat bantu dengar agar bisa memahami dengan lebih baik.
Sedangkan para penderita gangguan pendengaran sangat berat atau yang biasa disebut penyandang Tuli, umumnya berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Baca Juga: Paraphilias: Penyakit Seksual yang Bikin Kamu Suka Berfantasi dengan Kaos Kaki Bekas, Bahkan Kentut
Di Indonesia, mayoritas komunitas Tuli berkomunikasi menggunakan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).
Akibat perbedaan cara berkomunikasi, komunitas Tuli seringkali kesulitan dalam berinteraksi terutama dengan masyarakat luas. Hal ini juga yang kemudian memicu kesenjangan dalam hal kesempatan kerja.
BPS melaporkan, di tahun 2022 dari 17 juta penyandang disabilitas di usia produktif, hanya 7,06 juta saja yang bekerja.
Peduli akan kesejahteraan komunitas Tuli, alumni Program Studi Ilmu Komputer Universitas Pertamina (UPER), Riestiya Zain Fadillah, menciptakan model sistem penerjemah BISINDO berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).