Find Us On Social Media :
Caption foto : Appreciation dinner “Wolbachia, Sumbangsih Yogyakarta untuk Dunia” Sumber foto : Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM ()

Wolbachia, Sumbangsih Yogyakarta untuk Dunia

- Senin, 3 April 2023 | 20:35 WIB

Sonora.ID - Setelah lebih dari 11 tahun penelitian, WMP Yogyakarta yang merupakan kolaborasi antara Yayasan Tahija, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) dan Monash University, telah sampai di penghujung penelitian.
 
Untuk itu, WMP Yogyakarta ingin menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah mendukung jalannya penelitian, dengan mempersembahkan appreciation dinner bertajuk “Wolbachia, Sumbangsih Yogyakarta untuk Dunia” pada 31 Maret 2023.
 
Hadir dalam appreciation dinner ini, Setyarini Hestu Lestari, SKM, MKes, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DIY mewakili Gubernur DIY; dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH, Dekan FK-KMK UGM; dr. Sjakon George Tahija, Sp.M, Ketua Badan Pembina Yayasan Tahija;
 
Ir. George S. Tahija, Badan Pengawas Yayasan Tahija, Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D, Project Leader WMP Yogyakarta; dan perwakilan para pemangku kepentingan dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul.
 
Baca Juga: Tindak Lanjut Kunjungan Menkes RI ke WMP Yogyakarta: Melihat Potensi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Indonesia

Dalam sambutannya, Ketua Badan Pembina Yayasan Tahija, dr. Sjakon G. Tahija, menyampaikan bahwa appreciation dinner ini merupakan bentuk terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung

jalannya penelitian WMP Yogyakarta. Penelitian telah berlangsung baik, dengan hasil penelitian Wolbachia efektif menurunkan 77% kasus DBD dan menurunkan 86% tingkat rawat inap karena DBD.
 
Dokter Sjakon menceritakan bagaimana awal mula Yayasan Tahija memulai penelitian teknologi Wolbachia.
 
Lima tahun sebelum dimulainya penelitian di 2011, Yayasan Tahija sudah melakukan
penelitian pengendalian DBD dengan menggunakan larvacide, namun penelitian tersebut tidak berhasil dalam menekan kasus DBD di Kota Yogyakarta.
 
Hingga suatu hari, keluarga Tahija mengenal Wolbachia, dan tertarik untuk mengembangkan penelitian pengendalian DBD dengan Wolbachia tersebut.
 
Penelitian yang dilakukan sejak 2011, dilakukan secara rigid dengan standard penelitian yang tinggi, untuk mengawal keberhasilan teknologi ini.
 
Baca Juga: Pemkab Sleman Kick Off Implementasi Teknologi Wolbachia dalam Pengendalian DBD

“Hasil penelitian yang luar biasa tersebut tentu tidak akan terjadi tanpa dukungan semua mitra, pemangku kepentingan dan masyarakat yang terlibat. Sebanyak lebih dari 8.000 kader kesehatan dari 3 wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul, telah terlibat dalam penelitian dan implementasi teknologi Wolbachia yang dilakukan di 122 Kalurahan, dengan area seluas 231 km2 persegi, dan telah melindungi 2,2 juta penduduk,” papar dr. Sjakon.

Beliau menyampaikan, dengan hasil luar biasa tersebut, Yayasan Tahija dan UGM sangat bersyukur Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memutuskan untuk mengimplementasikan teknologi ini
secara nasional di 5 Kota dengan kasus DBD tinggi sebagai prioritas utama yaitu di Jakarta Barat, Bontang, Semarang, Bandung, dan Kupang.
 
“Semoga kontribusi kita, dapat menjadi sumbangsih kita dalam mewujudkan harapan Indonesia untuk
dapat terbebas dari Demam Berdarah Dengue (DBD). Secara tulus kami Yayasan Tahija dan UGM mengucapkan terima kasih kepada semua mitra, para peneliti, dan semua karyawan yang telah
berkomitmen dan bekerja keras mewujudkan keberhasilan proyek,” tutup dr. Sjakon.
 
Project Leader WMP Yogyakarta Prof. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D dalam sambutannya menyampaikan bahwa menjadi kebahagiaan yang luar biasa untuk bisa melaporkan penelitian panjang World Mosquito Program Yogyakarta.
 
Penelitian ini diawali dari penelitian laboratorium yang dipimpin oleh dr. Eggi Arguni Sp.A(K), Ph.D hingga menghasilkan bukti ilmiah di masyarakat yang mempengaruhi kebijakan nasional.
 
Evidens dampak teknologi Wolbachia terhadap dengue diperoleh dengan metodologi terbaik, membandingkan secara acak wilayah intervensi Wolbachia dengan wilayah pembanding.
 
Baca Juga: Geliat Sastra Kotagede melalui Diskusi dan Angkringan Sastra

Studi di Yogyakarta ini merupakan penelitian pertama di dunia dengan hasil yang menunjukkan bahwa wolbachia mampu menurunkan 77% kejadian infeksi dengue dan menurunkan 86% rawat inap di rumah sakit akibat dengue, dan berhasil menurunkan 83% kegiatan fogging.

Sebuah potensi efisiensi yang nyata, karena fogging merupakan komponen biaya terbesar dalam program dengue.
 
“Kami percaya, pengetahuan yang diperoleh harus pula dapat mengalir menjadi pengetahuan baru masyarakat. Dalam kemasan budaya Jawa, cerita perjalanan penelitian dan pembelajaran implementasi
teknologi yang kami peroleh, dituangkan dalam 2 buku: Besanan Nyamuk dan Trah Wolbachia,” papar Prof. Adi Utarini.
 
Kemudian, pembelajaran di Kabupaten Sleman dan Bantul dengan kepemimpinan pemerintah daerah dan keterlibatan organisasi masyarakat Muslimat Nahdlatul Ulama menjadi pembelajaran penting untuk wilayah-wilayah lain.
 
Segenap langkah dan serangkaian keputusan operasional serta hal-hal yang mungkin perlu diadaptasi wilayah setempat, kami tuangkan dalam buku model implementasi.
 
Dekan FK-KMK UGM dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH, menyampaikan apresiasinya untuk penelitian WMP Yogyakarta (WMPY). Seperti halnya tagline UGM, WMPY ‘mengakar kuat’, memecahkan masalah yang ada di masyarakat dengan teknologi, dan memberdayakan masyarakat. WMPY ‘menjulang tinggi’, terus mendapatkan pengakuan-pengakuan dan penghargaan baik secara nasional maupun
internasional. WMPY juga ‘berbuah lebat’ memberikan banyak manfaat bukan hanya kepada masyarakat di Yogyakarta, namun juga negara-negara lain yang akan segera mendapatkan manfaat yang telah dibuktikan oleh WMPY. Terakhir, WMPY ‘berbunga indah’ telah mengharumkan nama UGM di tingkat dunia.
 
Baca Juga: Pembukaan Wiwitan Pasa Pasar Kangen 2023 di Polda DIY

“Secara khusus kami menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Tahija atas kerja sama yang luar biasa, yang telah membuat standar baru kemitraan UGM, dengan hasil beyond expectation,” tutup dr. Yodi.

Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DIY Setyarini Hestu Lestari, SKM, MKes, membacakan sambutan dari Gubernur Hamengkubuwono X, yang mengulas sedikit tentang kebijakan global dan nasional dalam penanggulangan dengue. Di tahun 2012, WHO telah menetapkan komitmen penanggulangan DBD melalui the Global Strategy for Dengue Prevention and Control (2012-2020). Kemudian di tahun 2020, WHO menyatakan dengue sebagai 1 dari 10 jenis penyakit yang masuk dalam daftar ancaman kesehatan global. Sehingga, target global dalam penanggulangan dengue
yaitu menurunkan angka kematian karena dengue dari 0.8% di 2020 menjadi 0% di tahun 2030.
 
Di Indonesia, target global tersebut ditindaklanjuti dengan Strategi Nasional Penanggulangan Dengue di
tahun 2021-2025. Optimisme hadir dari tekanan Sustainable Development Goals (SDGs). Hasil dari penelitian WMP Yogyakarta memiliki peran yang tidak kecil dalam melahirkan optimisme tadi.
Di akhir acara, Badan Pengawas Yayasan Tahija, Ir. George S. Tahija menyampaikan mohon pamit dari proyek penelitian WMP Yogyakarta. Yayasan Tahija sangat berharap pengentasan dengue di Yogyakarta, dapat berlanjut dan menjadi pembelajaran berharga saat penerapannya di daerah lain dan di seluruh dunia.
 
“Semoga, program ini merupakan solusi jangka panjang dan hemat biaya, untuk meringankan penderitaan manusia akibat virus dengue yang ditularkan melalui Aedes aegypti,” pungkas dr. George.
 
Dalam kegiatan appreciation dinner tersebut Yayasan Tahija mempersembahkan penghargaan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X atas dukungannya selama ini.
 
Penghargaan tersebut diwakilkan oleh Setyarini Hestu Lestari, SKM, M.Kes. Kemudian, tujuh (7) penghargaan lainnya diberikan kepada tujuh (7) kategori berikut.
 
Pertama, Prof. Yati Soenarto, sebagai apresiasi kepada para perintis penelitian WMP Yogyakarta. Kedua, Dr. Maxi Rein Rondonuwu, sebagai apresiasi bagi para pembuat kebijakan sehingga teknologi Wolbachia diperluas di daerah lainnya di luar Yogyakarta.
 
Ketiga, Rubangi, sebagai apresiasi bagi para penggerak program pengendalian DBD. Keempat, drg. Hj. Siti Roikhana Munawaroh, sebagai apresiasi bagi penggerak masyarakat. Kelima, Herman Budi Pramono, sebagai apresiasi bagi pemimpin masyarakat di garis terdepan.
 
Keenam, Warsito Tantowijoyo, Ph.D sebagai apresiasi bagi pejuang penelitian nyamuk ber-Wolbachia.
 
Ketujuh, Anton W. Prihartono, sebagai apresiasi untuk rekan-rekan media yang telah memperluas kabar dari manfaat teknologi Wolbachia.
 
Baca Juga: Megawati Sebut Sumbangsih Generasi Muda hanya Demo, BEM SI: Tulus Menyampaikan Aspirasi