Sonora.ID - Chairil Anwar merupakan salah sastrawan ternama dari Medan, Indonesia. Ia merupakan seorang penyair Angkatan ‘45.
Chairil Anwar lahir di Medan pada tanggal 26 Juli 1922. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri, Riau. Sedangkan, ibunya bernama Saleha berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota.
Awal mula Chairil Anwar mengenal dunia sastra adalah ketika ia memasuki usia 19 tahun. Namun, namanya baru mulai dikenal ketika tulisannya dimuat pada Majalah Nisan di tahun 1942.
Chairil Anwar telah menciptakan berbagai macam karya yang sampai saat ini masih terus dikenal, contohnya, puisi dengan judul “Aku” dan “Krawang Bekasi.”
Chairil Anwar meninggal dunia memasuki usia yang belum genap 27 tahun. Meski kehidupannya terbilang singkat, namun karya-karya hingga kini masih melekat di hati masyarakat.
Berikut ini pun kami sajikan kumpulan contoh puisi karya Chairil Anwar yang sangat populer.
Baca Juga: 10 Puisi Sapardi Djoko Damono: Yang Terbaik dan Paling Terkenal
Contoh Puisi Karya Chairil Anwar
Puisi 1
Merdeka
Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida
Pernah
Aku percaya pada sumpah dan cinta
Menjadi sumsum dan darah
Seharian kukunyah kumamah
Sedang meradang
Segala kurenggut
Ikut bayang
Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Selama tidak antara badai
Kalah menang
Ah! Jiwa yang menggapai-gapai
Mengapa kalau beranjak dari sini
Kucoba dalam mati.
Puisi 2
Kesabaran
Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suara bertalu-talu
Di sebelahnya api dan abu
Aku hendak berbicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! Tidak jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli
Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi
Kuulangi yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing mata
Menunggu reda yang mesti tiba
Puisi 3
Kawanku dan Aku
Kepada L.K. Bohang,
Kami jalan sama. Sudah larut
Menembus kabut.
Hujan mengucur badan.
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan.
Darahku mengental-pekat. Aku tumpat-pedat.
Siapa berkata?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga.
Dia bertanya jam berapa!
Sudah larut sekali
Hingga hilang segala makna
Dan gerak tak punya arti.
Puisi 4
Dendam
Berdiri tersentak
Dari mimpi aku bengis dielak
Aku tegak
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Tangan meraba ke bawah bantalku
Keris berkarat kugenggam di hulu
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Aku mencari
Mendadak mati kuhendak berbekas di jari
Aku mencari
Diri tercerai dari hati
Bulan bersinar sedikit tak tampak.
Puisi 5
Cerita
Kepada Darmawidjaya,
Di pasar baru mereka
Lalu mengada-menggaya.
Mengikat sudah kesal
Tak tahu apa dibuat
Jiwa satu teman lucu
Dalam hidup, dalam tuju.
Gundul diselimuti tebal
Sama segala berbuat-buat.
Tapi kadang pula dapat
Ini renggang terus terapat.
Puisi 6
Sajak Putih
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah.
Puisi 7
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang