Sonora.ID - Pelajar penerima beasiswa luar negeri dari pemerintah, sepatutnya kembali usai menyelesaikan masa belajar. Segala kemudahan di lokasi belajar seyogyanya tidak menjadi alasan untuk lupa membangun tanah air.
Pesan ini disampaikan Menteri Sosial Tri Rismaharini kepada 200 Penerima Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), pada sesi Persiapan Keberangkatan (PK) Angkatan 205 Penerima Beasiswa LPDP dengan tema Refleksi Merah Putih: Aku Pergi Untuk Kembali.
Pesan ini menanggapi banyaknya awardee LPDP (penerima beasiswa) yang enggan pulang kampung setelah lulus. Kebanyakan mereka beralasan sulit mengembangkan ilmu lantaran kurangnya fasilitas yang diberikan negara.
“Nah, memang kalau sulit, iya lah. Kalau gampang gak perlu kalian sekolah tinggi-tinggi,” katanya, Jumat (23/6).
Menurutnya, kehidupan di negara maju sudah pasti mempermudah pengembangan inovasi dan penyelesaian masalah. Hal itu tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia yang merupakan negara berkembang. Namun dikatakan Mensos, di situlah kecerdasan dan kemampuan penyelesaian masalah seseorang diuji.
Baca Juga: Kunjungi Anak Korban Rudapaksa di Lampung, Mensos Himbau Para Ibu Lebih Perhatikan Anak
“Di sana (di luar negeri), kondisinya mapan semua sudah teratur. Kalau semua sudah mapan, siapa yang gak pinter atau cerdas. Justru itu lah tantangan kita. Kalau kita mau menang terhadap diri kita sendiri dan ilmu yang kita miliki, saat sulit itu lah kita diuji apakah kita pinter atau tidak, cerdas atau tidak,” ujar Mensos.
Para awardee diingatkan agar tidak terlena dengan segala kenyamanan di luar negeri. Sebagai penerima beasiswa yang dibiayai oleh uang rakyat, sudah sepatutnya kembali mengabdi.
“Kita semua berangkat dibiayain uang rakyat, tapi kemudian saat kita dapat semua itu, kita gak mau kembali,” kata Mensos.
Di hadapan para awardee, Mensos menunjukkan program-program Kemensos yang menjangkau wilayah-wilayah yang sulit diakses. Seperti budidaya bunga matahari di Wini Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, dan pembuatan kapal di Kabupaten Mamberamo dan Kabupaten Asmat di Papua. Dalam perannya sebagai Mensos, ia bahkan harus menempuh ancaman bahaya seperti saat berada di daerah konflik di Puncak Jaya, atau saat menyusuri sungai yang dihuni buaya.