Find Us On Social Media :
Ilustrasi Puisi Cinta Sedih Menyentuh Hati (Twitter @ffmwsource)

30 Puisi Cinta Sedih Menyentuh Hati yang Bikin Baper dan Nangis

Debbyani Nurinda - Senin, 3 Juli 2023 | 12:58 WIB

Sonora.ID – Berikut kumpulan puisi cinta sedih menyentuh hati yang bisa membuat siapapun yang membacanya baper dan nangis.

Puisi adalah salah satu karya sastra yang diciptakan melalui rima, irama, serta penyusunan bait dan larik.

Puisi dapat dibuat dalam berbagai tema seperti percintaan, pendidikan, orangtua, dan lain sebagainya.

Nah, puisi cinta sedih menyentuh hati merupakan salah satu bentuk karya sastra yang dibuat untuk mengekspresikan rasa sedih yang dimiliki penyair.

Mari simak kumpulan puisi cinta sedih menyentuh hati berikut ini.

Baca Juga: Puisi Kontemporer: Pengertian, Jenis dan Contohnya Dibahas Lengkap

Jika Kau Berkenan

Karya: Netraphim

Aku cukup bersamamu saja
dalam bias batas antara surga dan neraka

Aku cukup bersamamu saja
dalam nikmat libido kesementaraan

Aku cukup bersamamu saja
dalam persenggamaan gelombang kerinduan

Easther

Karya: Nisfanda Bella Vizta

Sempatkah terlintas namaku
Dalam ingatan batinmu
Dalam singkatnya takdir Tuhan?
Apakah kau dapat mekar dan berbunga sesuka hati?
Sementara diriku melayu dan mati

Padamkanlah apimu
Dalam kesaksian yang menyakitkan
Bersajaklah kau
Mekarmu adalah kemenangan
Ayunkanlah rohku
Jauh di angkasa
Menuju ruang tak tertuju

Jengah

Karya: Avelin Mulyati

sempatkah terucap namaku
pada bait drama melankolis
yang rumit
yang berderet
tegak berjaga
separuh menghujam
menekan busung dada
mengurung kau dan aku
menuju ruang hampa

siapa aku
siapa kamu
(kita) saling tak peduli

di sini
jengah
menunggu pagi
menepi
kau dan aku
takkan pernah mengerti

Pilar Harapan

Karya: Netraphim

melihat dunia dengan caraku sendiri
menghafal tiap sudut yang tlah dijejaki
merabanya lagi
berharap ada rasa dan kenangan
tuk dikenang lagi

namun, tak juga tertemui
walau tiap deret sudah kuturuti
tiap bagian sudah kumasuki
dan, tiap lorong kuterangi

akhirnya, aku tersesat
tersesat dalam hati, perasaan, dan pikiranku sendiri
entah di mana lagi jalan keluar
dari kekosongan ini

mungkin, tanya ini tak akan terjawab cepat
namun, suatu saat nanti akan tertemui
entah detik ini
atau kelak
ketika tlah tiba di “tanah indah”
semoga!

tak terhitung beban yang tlah kupikul
terlalu banyak nasib tlah mengalahkanku
kini, saatnya aku menggugatnya
memenangkan perseteruan ini
tak lagi mau untuk diam

aku berdiri di sini untuk menghadapinya
bukan untuk bersembunyi dan menepi

dua tangan ini yakin
jiwa ini tak ragu
langkahku tak lagi kaku
masalah kecil itu tlah jadi kekuatanku
yakin semua bisa kuhadapi!
untukmu, untuk kita, untuk yang katanya “masa depan”
dan, langkah yang akan ternukil dalam kisah yang indah

Rapalan Digit Angka-Angka

Karya: Seniwati

melihat dunia
dengan cara tersendiri
menghafal tiap angka
yang tlah terlampaui
merasakan hilangnya angin
yang berganti kemarau gersang

orang bilang
waktu bisa membuat lupa segalanya:
penantian, kekecewaan, dan kemarahan

manusia selalu berdamai dengan kesedihan
meski mereka takkan pernah bisa melepaskannya

Galau

Karya: Iwan Dwi Aprianto

tirai pekat di balik asa
logika tak lagi dirasa
jiwa-jiwa gundah menari digenggam malam
berbisik tentang keburukan
inikah galau yang sebagian orang katakan
ataukah hanya kiasan ketakutan
entahlah
mungkin hanya bayangan
atau sekadar kenangan yang tercampakkan

roh-roh berdiri di antara dua jalan
bagai lukisan dosa yang nyata
atau buih-buih di lautan
yang terkadang ada dan tiada

seperti itulah perjalanan
bak angin
dapat dihirup namun tak dapat digenggam
menyelinap di balik ranting-ranting rapuh
mencoba dendangkan nyayian bersama dedaunan
namun, nadanya semakin menambah cekam
hingga membius logika nyata

sepi dan jengah makin menghantui
berharap kebaikan
meski dosa tegak berdiri
sebagaimana keruh air paling anyir
tak ada lagi rahasia
yang ada hanya esok makan apa

Aku Tengah Menantimu

Karya: Sapardi Djoko Damono

Aku tengah menantimu, mengejang bunga randu alas

di pucuk kemarau yang mulai gundul itu

Berapa Juni saja menguncup dalam diriku dan kemudian layu

yang telah hati-hati kucatat, tapi diam-diam terlepas.

Awan-awan kecil melintas di atas jembatan itu, aku menantimu

Musim telah mengembun di antara bulu-bulu mataku

Kudengar berulang suara gelombang udara memecah

Nafsu dan gairah telanjang di sini, bintang-bintang gelisah.

Telah rontok kemarau-kemarau yang tipis; ada yang mendadak sepi