Sonora.ID - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengapresiasi penegakan hukum atas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengingat maraknya kasus kejahatan perdagangan orang.
Penegakan hukum ini merupakan upaya nyata untuk memerangi segala bentuk kejahatan TPPO di seluruh Indonesia yang korbannya mayoritas perempuan dan anak.
“TPPO merupakan kejahatan yang luar biasa dan merupakan praktik pelanggaran terburuk terhadap hak azasi manusia. Karena itu, perlu penegakan hukum yang tegas sesuai dengan UU yang berlaku serta menghukum seberat-beratnya para pelaku,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga dalam keterangan tertulis yang diterima Sonora, Kamis (6/7).
Menteri PPPA mengemukakan pemerintah telah mengubah struktur Satuan Tugas (Satgas) tim pemberantasan TPPO dengan tujuan agar lebih fokus pada upaya penegakan hukum terhadap kejahatan TPPO. Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO kini dipegang oleh Kepala Polisi RI (Kapolri) sedangkan Ketua I adalah Menteri Kooordinator Politik, Hukum dan Keamanan, sedangkan Ketua II adalah Menteri Kooordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, saat ini sedang dilakukan proses perubahan Peraturan Presiden terkait perubahan stuktur kelembagaan tersebut .
“Dengan Ketua Pelaksana Harian Satgas TPPO langsung oleh Kapolri maka penegakan hukum dapat dilakukan lebih cepat. Kita mengharapkan keberhasilan penanganan kasus TPPO didukung oleh semua pihak sehingga dapat lebih memberikan perlindungan rakyat Indonesia yang menjadi korban khususnya perempuan dan anak,” kata Menteri PPPA.
Sebelumnya, Senin (4/7) usai rapat Satgas Tim TPPO yang juga dihadiri KemenPPPA, Mahfud MD selaku Wakil Ketua Tim menyampaikan bahwa Satgas TPPO Mabes Polri, Polda dan jajarannya telah berhasil menetapkan 698 orang tersangka periode 5 Juni – 3 Juli 2023.
Satgas juga berhasil menyelamatkan 1.943 korban TPPO. Data tersebut secara terperinci adalah: 65,5% Pekerja Migran Indonesia (PMI), 26,5% Pekerja Seks Komersial (PSK), 6,6% Eksploitasi Anak, dan 1,4% Anak Buah Kapal (ABK), di tambah 14 kasus TPPO dengan modus perdagangan organ tubuh.
Menteri PPPA mengatakan seiring dengan penegakan hukum yang tegas, upaya penanganan yang komprehensif dari hulu perlu terus dilakukan. Pencegahan dan penanganan korban tetap menjadi prioritas.
Untuk itu dibutuhkan kolaborasi, sinergi dan kerja sama semua pihak, antara pemerintah pusat dan daerah, masyarakat dan lembaga masyarakat untuk dapat meningkatkan peran masing-masing sesuai tugas dan fungsinya mengurai penyebab terjadinya TPPO. Masyarakat juga diminta meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan deteksi dini, meningkatkan komunikasi dan informasi kepada kelompok rentan dan daerah yang rawan TPPO.
KemenPPPA sesuai tugas dan kewenanganannya, gencar mengampanyekan pencegahan TPPO. KemenPPPA bahkan menginisasi program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) untuk memberdayakan perempuan dan melindungi anak. Ada 10 indikator DRPPA, salah satu indikatornya adalah: tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak dan korban tindak pidana perdagangan orang.
“Kita ingin memastikan upaya pencegahan TPPO dan perlindungan terhadap perempuan dan anak dimulai dari desa. Melalui DRPPA, kita ingin meningkatkan kesadaran dan kompetensi masyarakat untuk tidak mudah tergiur terhadap iming-iming yang berujung pada praktik TPPO,” tegas Menteri PPPA.
Berdasarkan data KemenPPPA pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tahun 2018-2022 terdapat 2.083 orang korban TPPO, mayoritas adalah perempuan, termasuk perempuan dewasa dan perempuan usia anak.
Sebanyak 46% adalah perempuan dewasa dan 44% adalah anak perempuan. Sedangkan 10% lainnya merupakan laki-laki, yang terdiri dari 7% adalah anak laki-laki dan 3% lainnya merupakan laki-laki dewasa.