Jakarta,Sonora.Id - Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) meluncurkan biografi Kepala Perpusnas yang pertama, Mastini Hardjoprakoso.
Buku berjudul Mastini Hardjoprakoso: Memorial Peletak Fondasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ini diluncurkan tepat pada 100 tahun Mastini Hardjoprakoso. Buku ini merupakan buku memorabilia yang didasarkan pada arsip yang menjadi ciri khas kepenulisan di bidang perpustakaan dan kearsipan.
Buku ini menggambarkan perjalanan hidup Mastini Hardjoprakoso dan sepak terjangnya di bidang perpustakaan. Dalam buku tersebut, terungkap bagaimana sosok lulusan Ilmu Perpustakaan dari Universitas Hawaii ini memiliki kapasitas dan pengetahuan yang mendalam dalam mengembangkan Perpusnas. Dia memainkan peran penting dalam mendirikan Perpusnas, yang juga memiliki kedekatan dengan Ibu Tien Soeharto.
Mastini lahir di Mojogedang, Karanganyar, pada 7 Juli 1973 dan wafat pada 3 April 2017. Menjabat Kepala Perpusnas pada 1980-1998. Dikenal sebagai pemimpin di bidang perpustakaan dan telah menerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama sebagai putra terbaik bangsa dan Nugra Jasa Dharma Pustaloka dari Perpusnas.
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menyampaikan almarhumah adalah sosok yang telah berjuang dalam menghadirkan sebuah perpustakaan di Indonesia.
"Tidak lain ada dua, hak masyarakat untuk mendapatkan layanan perpustakaan yang sesuai dengan kebutuhannya, yang sesuai dengan jamannya dan dimodernisasi sesuai perkembangan teknologi. Dan itu menjadi dasar ibu Mastini berjuang sampai titik darah penghabisan untuk menghadirkan perpustakaan di negeri ini," ungkapnya, di Jakarta, pada Jumat (7/7/2023).
Lebih lanjut dijelaskan, dengan perjuangan Mastini maka perpustakaan bisa hadir dan mendapatkan tempat di silang Monumen Nasional (Monas).
Dalam buku Bung Karno Sang Arsitek, disebutkan bahwa Sukarno-Hatta pada 1957 membahas pengembangan kawasan silang Monas, yang menempatkan Monas sebagai ikon peradaban nasional.
Gagasan tersebut meletakkan Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Utara, mendirikan Museum Nasional (Museum Gajah) di Jalan Medan Merdeka Barat, membangun Galeri Nasional di Jalan Merdeka Timur, dan mendirikan Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka Selatan.
"Maka sudah sempurna ikon peradaban monumen nasional, kita bertanggung jawab untuk menjaga eksistensi perjuangan ibu Mastini," lanjutnya.
Buku ini mewujudkan komitmen bahwa pustakawan tidak hanya sebagai pekerja penjaga peradaban tetapi juga pencipta peradaban baru.