Palembang, Sonora.ID – Beberapa waktu belakangan, pemberitaan cukup heboh, ada kericuhan yang terjadi di Batam, tepatnya yang dilakukan oleh warga Rempang Batam hingga aparat penegak hukum dianggap sudah melakukan tindakan represif dengan menembakkan gas air mata.
Bagaimana respon atau pandangan pakar hukum terkait hal ini? Pakar Hukum Sumsel, Firman Freaddy Busroh kepada sonora (12/09/2023) mengatakan bahwa penggunaan senjata seperti gas air mata, senjata tumpul dan lain lain merupakan tindakan kepolisian yang diatur di dalam perkap nomor satu tahun 2009.
Dalam penggunaannya tentu ada tahapan tahapan dan tidak bisa langsung.. Jadi kalau misalnya masih bisa dicegah dengan berupa perintah lisan masih bisa dilakukan, akan tetapi kalau memang sudah dalam hal memang mengancam dalam artian memang di situ ditemukan misalnya senjata-senjata tajam dibawa oleh perusuh Polisi boleh mengambil tindakan itu.
“Tapi kalau tidak ditemukan, itu tidak boleh. Karena kan kemarin kita sudah banyak belajar dari apa namanya tragedi Kanjuruhan yang banyak menelan korban jiwa dan lain lain. Nah semestinya kepolisian lebih bijaksana. Dalam mengambil tindakan,” ujarnya.
Ia menambahkan apabila kejadian itu masih bisa ditekan tentunya polisi harus melakukan pencegahan, misalnya dengan tidak menembakkan gas air mata.
Baca Juga: Kondisi Udara Buruk Hingga Sebabkan Kasus ISPA Meningkat, Ini Himbauan Dinkes Palembang
Gas air mata merupakan opsi terakhir karena apa yang disampaikan oleh pendemo semestinya harus diberikan suatu akses untuk bicara dengan para pihak.
“Jadi tindakan kekerasan apapun itu saya dari sudut pandang ham itu sangat menentang ya dan tentunya kalau masih bisa dibicarakan, didiskusikan itu akan lebih baik lagi karena jangan sampai nanti menimbulkan efek korban jiwa yang akhirnya tentunya memakan korban jiwa. Akhirnya menjadi sorotan. Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM. nah ini yang semestinya saya wanti wanti bahwa penggunaan setiap senjata penggunaan setiap kekerasan itu dilarang dalam hal menenangkan massa dan lain lain ya. Itu merupakan suatu tindakan yang sangat-sangat terakhir yang kalau memang produknya itu memang sudah menggunakan senjata tajam atau mengancam nyawa orang yang di sekitarnya itu.
Ia mengatakan dalam hal menegakkan hukum memang kepolisian itu harus pintar pintar dalam melakukan langkah-langkah persuasif. Jangan misalnya dengan menenangkan dengan nada-nada tinggi atau nada-nada arogan, karena itu akan memicu emosi karena namanya orang emosi kalau kita tidak bisa menenangkan maka akan makin emosi.Disinilah psikologi harus dimainkan, jadi seorang pihak kepolisian itu harus punya ilmu psikologi juga bagaimana cara menenangkan orang yang lagi emosi dan lain lain sehingga tidak sampai terjadi suatu kejadian yang meresahkan.
“ Nah inilah kepandaiannya, kepiawaian daripada aparat penegak hukum diuji pada saat demo ini. Gimana cara dia menenangkan situasi, kalau misalnya macet ya kita sama saja karena masyarakat kan ada dari berbagai lapisan ya ada yang berpendidikan, ada yang tidak berpendidikan. Nah, bagaimana kita menjelaskannya dengan baik dengan cara cara yang menenangkan.saran saya pihak kepolisian itu pada saat misalnya menenangkan kalau bisa jangan memakai baju yang menyeramkan, tetapi misalnya dengan baju kemeja biasa, sehingga itu punya efek psikologi. Orang tidak tersulut, emosi gitu. Nah, ini lah menurut saya ke depannya, harapan saya agar orang orang yang ditugaskan untuk menenangkan agar diberikan ilmu psikologi agar bisa menenangkan situasi,” pungkasnya.