Palembang, Sonora.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa Unsa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas.
MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.
Menanggapi hal tersebut, Bagindo Togar, Pengamat Politik Sumsel kepada Sonora (17/10/2023) mengatakan bahwa hal tersebut secara prosedural dibenarkan akan tetapi secara substansi sangat kental muatan politisnya.
“Sembilan hakim diawal berpihak kepada public. Ini urgensinya apa? bahkan saat ini proses tahapan pemilu sedang berjalan, ini akan mengganggu proses tahapan pemilu khususnya pilpres. Asumsi ditengah public saat ini ada aroma karpet merah untuk putra penguasa. Sangat tidak wajar ketika suatu putusan terkait undang-undang oleh kepentingan satu orang anak presiden diubah. MK kesannya jadi mahkamah konspirasi,” ujarnya.
Ia mengatakan pihak yang sangat diuntungkan dengan keputusan MK ini adalah putra Presiden Jokowi. Ada kemungkinan Pak Jokowi mendorong putranya menjadi pemimpin nasional.
“Siapapun yang berpasangan dengan Gibran bukan diuntungkan malah elektabilitasnya bakal turun,” tukasnya.
Ia menilai alasan MK perihal berpengalaman masih abu-abu karena tidak bisa menggambarkan sebuah standar berpengalaman.
Pengalaman seharusnya lebih dari sekali menjabat sementara Gibran baru menjabat dan sedang menjabat.
Tantangan sebuah setiap kota berbeda, kota solo tergolong kecil, lagipula kota Solo sudah baik kondisinya karena dibangun sejak walikota sebelum Gibran menjabat.
“Ini sudah di design ada kelompok tertentu yang berkepentingan. Secara tidak langsung sudah menyuburkan politik dinasti,” tukasnya.
Ia menyebutkan ada enam musuh dari demokrasi yang baik yaitu politik uang, politik dinasti, oligarki, korupsi, terorisme dan otoriterian. MK secara tidak langsung bagian dari musuh demokrasi di Indonesia.
“Makin kemari prestasi dan moralitas pak jokowi diragukan dengan mendorong mengutamakan keluarga. Dulu anaknya bilang fokus bisnis saja, tapi makin kemari sekarang anaknya, menantunya jadi kepala daerah. Seharusnya natural jadi kepala daerah lebih dulu. Sekarang kembali ke KPU dan partai politik apakah menggunakan keputusan MK tersebut atau tidak, sebaiknya Gibran jangan digunakan agar kenegaraan calon presiden muncul, parpol jangan gunakan dia, cari yang lebih tepat,” pungkasnya.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: Jelang HUT Humas Polri ke- 72, Bidhumas Polda Sumsel Gelar Bakti Religi