Jakarta, Sonora.Id - Keputusan PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Subholding Commercial and Trading Pertamina menurunkan harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax series dan Dexlite series dinilai tepat dan patut diapresiasi. Ini menunjukkan bahwa proses penetapan harga BBM nonsubsidi pada dasarnya ada di tangan pelaku usaha.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan keputusan Pertamina menurunkan harga BBM berdasarkan pergerakan harga minyak di pasar menjadi edukasi positif bagi masyarakat bahwa pelaku usaha memang memiliki otoritas terhadap penetapan harga BBM. Apalagi respons Pertamina kali ini juga cukup cepat.
"Ini juga positif untuk pembelajaran masyarakat atau edukasi bahwa ketika ada ruang menurunkan perusahaan dengan cepat menurunkan," kata Komaidi di Jakarta, Rabu (1/11).
Masyarakat diharapkan lebih memahami bahwa sewaktu-waktu penyesuaian harga juga bisa kembali terjadi tergantung pada kondisi harga minyak dunia yang menjadi bahan baku utama untuk memproduksi BBM. "Tetapi disadari juga konflik Timteng, ini berpotensi mengerek harga ke level lebih tinggi tentu nanti ke depan ada potensi penyesuaian," ujar Komaidi.
Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR, mengungkapkan BBM nonsubsidi yang dijual Pertamina mengacu pada harga pasar. "Harga minyak nonsubsidi Pertamina sudah sewajarnya turun," ujar dia.
Harga minyak WTI misalnya, terus turun sampai Juli 2023 sudah menyentuh US$67 per barel. Perkembangan geoplolitk global ikut mengerek harga minyak dunia dan harga mintak mencapai puncaknya di akhir September 2023 mencapai US$97 per barel. Saat ini harga minyak turun kembali menuju US$80 per barel.
Pada periode 1 November 2023, Pertamina Patra Niaga kembali melakukan penyesuaian turun harga untuk Pertamax Series dan Dex Series. Untuk seluruh produk jenis gasoline (bensin) Pertamina mengalami penyesuaian turun harga, sejak dilakukan penyesuaian harga terakhhir pada 1 Oktober 2023.
Untuk Pertamax (RON 92) turun menjadi Rp 13.400 per liter, dari sebelumnya Rp 14.000. Pertamax Green 95 (RON 95) turun menjadi Rp 15.000 per liter, dari sebelumnya Rp 16.000 per liter. Sedangkan Pertamax Turbo (RON 98), turun menjadi Rp 15.500 per liter dari sebelumnya Rp 16.600.
Untuk produk jenis gasoil (diesel) yakni Dexlite (CN 51), disesuaikan menjadi Rp 16.950 per liter dari sebelumnya Rp 17.200. Pertamina Dex (CN 53) turun menjadi Rp 17.750 per liter dari sebelumnya Rp 17.900. Harga baru ini berlaku untuk propinsi dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5% seperti di wilayah DKI Jakarta.
Harga baru per 1 November 2023 ini sudah sesuai dengan penetapan harga yang diatur dalam Kepmen ESDM No.245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No.62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga JBU atau BBM non subsidi.
Irto Ginting, Corporate Secretary Pertamina, menjelaskan bahwa harga BBM non subsidi bersifat fluktuatif, sehingga Pertamina melakukan evaluasi secara berkala mengikuti tren dan mekanisme pasar. Pertamina melakukan penyesuaian harga mengikuti tren harga minyak dunia dan harga rata-rata publikasi minyak.
“Harga BBM non subsidi Pertamina mempertimbangkan berbagai aspek diantaranya minyak mentah, publikasi MOPS dan Kurs, agar Pertamina tetap dapat menjamin penyediaan dan penyaluran BBM hingga ke seluruh pelosok Tanah Air,” ujar Irto.
Irto menyampaikan, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapatkan penugasan pendistribusian BBM hingga ke pelosok negeri, pihaknya berkomitmen penuh untuk menyediakan dan menyalurkan BBM berdasarkan prinsip Availability, Accessibility, Affordability, Acceptability dan Sustainability.
“Pertamina Patra Niaga berkomitmen menyediakan pasokan produk BBM berkualitas diseluruh wilayah Indonesia. Tidak hanya di kota-kota besar namun ke seluruh pelosok negeri, dengan harga yang kompetitif,” katanya.