Surabaya, Sonora.ID – Komunitas Kiprah Arek Suroboyo (KKAS) mengajak masyarakat Surabaya, Jawa Timur untuk berani melawan hoax dalam menuju Indonesia Cerdas.
Caranya dengan menerapkan sikap cerdas agar tidak mudah terprovokasi dengan isu hoax yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketua Koordinator Lapangan Gus Firman mengatakan pada zaman modern sekarang masyarakat perlu waspada dan tidak gampang terprovokasi dengan isu-isu hoax manapun yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
"Kita sebagai masyarakat Indonesia khususnya di Surabaya agar kita bisa bersikap cerdas dengan bisa memahami apa yang dimaksud dengan berita hoax itu seperti apa, serta dampak dan resikonya untuk kita semua,” ujar Gus Firman yang biasa dipanggil Gus Man dalam sambutannya pada acara Seminar Literasi Digital di Surabaya, Rabu (29/11/2023).
Gus Man menyakini sikap cerdas dalam menggunakan media sosial sangatlah penting agar masyarakat bisa menangkal dalam menanggapi isu-isu berita.
Ia juga mengingatkan bahayanya jika masyarakat tidak cerdas dan ikut menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya karena dapat terjerat UU ITE.
Karena itu,
masyarakat harus lebih cerdas menangkal dalam menanggapi isu-isu berita, dan tidak langsung mempercayainya.
"Dikarenakan semisal kita tidak cerdas dan ikut menyebarkan pemberitaan tersebut akibatnya kita bisa di penjara karena terkena UU ITE. Jadi Masyarakat disini bisa berani melawan terkait pemberitaan hoax,” tambahnya.
Di kesempatan yang sama, aktivis kota Surabaya Ning Diana menjelaskan melawan hoax harus dimulai dari diri sendiri.
Selain dari pemerintah, diperlukan sikap yang cerdas dari diri sendiri untuk berani menolak hoax dan menjadi pengaruh yang baik di lingkungan sosial.
“Tapi melalui diri kita juga harus berani berkata tidak terhadap hoax dan selalu tularkan kita utk menjadi good influencer,” ujar Ning Diana.
Ning Diana menambahkan susah untuk melarang orang tidak menyebarkan berita hoax.
Melawan berita hoax harus berani dan didasari dari moral akan kepedulian untuk menyelamatkan banyak orang agar tidak termakan isu hoax yaitu dengan cara membuat antitesa untuk melawan berita-berita hoax.
“Kita tidak bisa melarang orang untuk tidak menyebarkan hoax itu. Tapi kita punya tugas secara moral harus berani, untuk membuat konten antitesa yang melawan berita-berita hoax. Kebalikan dari penyebar hoax ya antitesa itu. Jadi dengan begitu kita sudah menyelamatkan orang-orang yang tersesat dari sebuah berita hoax,” ungkapnya.
Ning Diana juga menegaskan menjadi orang yang cerdas adalah sebuah kewajiban di era informasi saat ini.
Ketika seseorang dalam menanggapi suatu berita tidak boleh didasari emosi. Melainkan harus menggunakan logika, dan memilah semua informasi yang didapat.
“Jadi menjadi cerdas itu wajib, jangan sampai emosi kita mengalahkan logika kita. Jadi harus bisa cerdas dimana bisa memilih dan memilah informasi. Menciptakan manusia cerdas, kita harus dari diri kita dulu. Memilih dan memilah semua informasi, dan kita harus bisa lebih cerdas dari mereka,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama Nabilah, selaku salah satu narasumber yang pernah menjadi delegasi KKN Internasional Malaysia juga memaparkan masyarakat harus fasih terhadap teknologi.
Masyarakat yang paham akan teknologi juga merupakan salah satu sikap yang cerdas untuk bisa melawan hoax.
“Kita juga harus fasih teknologi, jangan mau diperbudak dengan teknologi. Belajar teknologi itu juga merupakan upaya cerdas untuk melawan hoaks,” ucapnya.
Ia juga menghimbau untuk masyarakat bahwa kunci cerdas untuk melawan hoax adalah tidak boleh malas dalam membaca berita.
Masyarakat harus memiliki sikap yang kritis dan mempertanyakan akan kebenaran suatu berita dengan mencari faktanya.
“Malas membaca dan hanya langsung klik-klik adalah perilaku yang harus ditinggalkan. Selalu budayakan membaca dan cari faktanya. Berpikir kritis untuk selalu mempertanyakan adalah kunci cerdas dalam menanggapi berita hoax yang marak terjadi,” jelasnya.
Tidak kalah semangat, Prof. Dr. Soetanto yang juga selaku budayawan dan pakar hukum, menambahkan bahwa masyarakat milenial itu bukan ditentukan dari faktor biologis dan umurnya, melainkan dari kecerdasannya.
Masyarakat harus kreatif dan berpikir kritis untuk tidak langsung percaya dan selalu mencari pembanding untuk bisa membedakan berita tersebut hoax atau bukan.
“Perlu digaris bawahi milenial itu bukan biologis, bukan umur, tapi adalah kecerdasan. Kita disusupi sesuatu yg tidak jelas maka cara menanggapinya adalah kita harus bisa bertindak cerdas, kreatif dan critical thinking. Jadi harus selalu mencari dan mencari dan membandingkan dengan situs-situs yang lainnya. Jadi wajib berpikir kritis jangan langsung percaya akan satu portal berita,” ungkapnya.
Prof Dr. Soetanto juga menegaskan bahwa perilaku sanksi UU ITE itu sangatlah berat. Masyarakat tidak boleh langsung mengasumsikan suatu berita tanpa mengecek keasliannya dikarenakan jika ikut menyebarkan berita yang ternyata hoax, maka akan mendapat sanksi yang berat dari UU ITE tersebut.
“Stop dalam berasumsi langsung tanpa mengecek, kita baru menyadari bahwa perilaku dan tingkah laku kita mulai di lihat. Dengan munculnya UU ITE ini, kita tidak boleh langsung mengasumsikan dan menyebarkan tanpa mengecek lagi keaslian berita tersebut. Dikarenakan sanksi atau hukuman UU ITE itu keras sekali,” ujarnya.
Tidak lupa Prof Dr. Soetanto mengajak untuk masyarakat untuk terus membaca agar lebih memahami dari segi hukum khususnya UU ITE.
Ketika masyarakat paham, maka akan bisa disebut sebagai orang yang cerdas dan bisa menciptakan ruang digital yang baik di media sosial nantinya.
“Buka pasal 27 UU ITE, ada macam-macam. Saya ingin anda untuk terus membaca dan membaca tentang hukum, norma dan perilaku. Ketika kita paham akan norma dan perilaku yang baik di media sosial, maka disitu kita bisa dikatakan sebagai orang yang cerdas,” jelasnya
Sebagai informasi, kegiatan Seminar Literasi Digital dengan tema “Menciptakan Masyarakat Cerdas Dengan Berani Melawan Hoaks dan Isu Sara” merupakan rangkaian kegiatan program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Kegiatan ini dihadiri sebanyak 133 peserta yang terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat di sekitar Kota Surabaya.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: Profil dan Sumber Kekayaan Ryan Harris, Crazy Rich yang Gelar Royal Wedding di Surabaya