Find Us On Social Media :
Jelang Nataru BPOM RI lakukan Inwas di seluruh wilayah indonesia (BPOM RI)

Jelang Nataru, BPOM RI Bersama 76 UPT Lakukan Inwas Obat dan Makanan

Kresna Wicaksono - Sabtu, 23 Desember 2023 | 11:28 WIB

Solo, Sonora.ID – BPOM kembali menegaskan komitmennya untuk selalu mengawal keamanan pangan dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat.

Untuk memastikan hal tersebut, BPOM terus mendorong kesadaran pelaku usaha dalam menerapkan cara peredaran pangan olahan yang baik (CPerPOB) maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.

Sebagaimana dilakukan di tahun-tahun sebelumnya, intensifikasi pengawasan (Inwas) ini difokuskan pada pangan olahan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), yaitu pangan tanpa izin edar (TIE)/ilegal, rusak, dan kedaluwarsa. Pengawasan ini telah berlangsung sejak 1 Desember 2023 dan masih akan berlangsung hingga 3 Januari 2024.

Hingga tahap III (per 21 Desember 2023) Inwas, BPOM telah memeriksa sebanyak 2.438 sarana peredaran pangan olahan di 34 provinsi, yang terdiri dari 1.123 sarana ritel modern, 833 sarana ritel tradisional, 444 gudang distributor, 23 gudang importir, dan 15 gudang e-commerce.

Dari sarana-sarana tersebut, BPOM berhasil menemukan 731 sarana (29,98%) yang menjual produk pangan olahan terkemas TMK, dengan jumlah total temuan sebanyak 4.441 item (86.034 pcs) pangan olahan TMK yang diperkirakan nilainya mencapai lebih dari Rp1,6 miliar.

Nilai temuan kali ini meningkat 140% dari tahun sebelumnya.

“Jenis temuan terbesar adalah pangan TIE, yaitu sebanyak 52,90% dengan nilai ekonomi lebih dari Rp1,3 miliar. Temuan didominasi oleh produk pangan impor, seperti bumbu siap pakai, makanan ringan (snack), pasta dan mi, serta kembang gula/permen yang nilainya mencapai lebih dari Rp770 juta,” papar Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPOM RI, L. Rizka Andalusia.

Pangan TIE impor tersebut, lanjut Plt. Kepala BPOM, banyak ditemukan di wilayah DKI Jakarta serta di wilayah perbatasan negara, seperti Tarakan (Kalimantan Utara), Batam, Pekanbaru, dan Sanggau (Kalimantan Barat).

Hal ini menunjukkan masih adanya jalur-jalur perdagangan ilegal yang memerlukan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif.

Temuan selanjutnya adalah jenis pangan olahan kedaluwarsa, yaitu sebanyak 41,41%, yang banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Belu dan Sumba Timur (Nusa Tenggara Timur/NTT), Sofifi dan Morotai (Maluku Utara), serta Ambon.

“Jenis pangan kedaluwarsa yang ditemukan didominasi pangan olahan jenis biskuit, makanan ringan, pasta dan mi, bumbu siap pakai, serta wafer dengan nilai ekonomi lebih dari Rp253 juta. Temuan ini menurun sebesar 3,66% dari tahun lalu,” lanjut Plt. Kepala BPOM.