Semarang, Sonora.ID - Semarang memang telah lama dikenal sebagai kota akulturasi dari berbagai kebudayaan. terutama adalah kebudayaan Tionghoa, China, dan Jawa. Hal ini masih terlihat kental melalui makanan khasnya hingga tradisi yang masih dilestarikan sampai sekarang.
Ada beberapa tradisi khas yang masih dilaksanakan di Semarang meski sudah berumur lebih dari satu abad loh, Sahabat Sonora!
Apa saja tradisi tersebut? Simak artikel berikut ini
- Dugderan
Dugderan adalah tradisi yang rutin diselenggarakan warga dan pemerintah Semarang untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Nama dugderan berasal dari kata dug, yakni bunyi bedug yang ditabuh, dan der yang merupakan bunyi tembakan meriam. Dugderan biasanya dilaksanakan selama seminggu awal puasa, dimulai dengan kegiatan pengumuman awal puasa hingga kirab budaya Warak Ngendog. Tradisi ini juga khas dengan adanya pemukulan bedug Masjid Besar Kauman dan dilanjutkan dengan penyulutan meriam di halaman pendopo kabupaten di Kanjengan, Semarang.
Dilansir dari Kompas.com, tradisi dugderan telah berlangsung sejak 1881 atau tepatnya sejak Semarang dipimpin oleh Bupati RMTA Purbaningrat. Umurnya yang sudah lebih dari satu abad ini menjadikan tradisi dugderan menjadi salah satu tradisi paling terkenal di Semarang.
Baca Juga: 3 Fakta Menarik dari Kota Semarang yang Belum Banyak Orang Tahu
- Ritual Sesaji Rewanda
Dilansir dari laman resmi pemerintah kota Semarang, tradisi Sesaji Rewanda merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kandri, Kecamatan Gunungpati pada malam ke-21 bulan Ramadhan. Tradisi ini berupa persembahan makanan pada kera yang ada di sekitar Goa Kreo, Semarang. Tradisi ini sesuai dengan arti dari nama tradisinya, yaitu “rewanda” yang berarti kera.
Tradisi sesaji rewanda diawali dengan warga yang melakukan arak-arakan dengan membawa empat gunungan buah-buahan dan hasil bumi. D alam barisan arak-arak tersebut terdapat empat orang dengan riasan kostum monyet dengan warna merah, putih, kuning, dan hijau. Barisan kedua berupa replika batang kayu yang konon diambil oleh Sunan Kalijaga. Rute arak-arakannya sendiri dimulai dari Kampung Kandri dan berakhir di Goa Kreo.
Setelah sampai di Goa Kreo barulah acara tradisi ini ditutup dengan pembagian isi gunungan.
- Tradisi Popokan
Tradisi Popokan merupakan tradisi yang dilakukan dengan kepercayaan untuk menolak bala dan juga sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen. Tradisi Popokan sendiri merupakan tradisi melempar lumpur yang diperoleh dari sawah setempat. Masyarakat yang melakukan tradisi ini, yakni masyarakat Sendang, Bringin, Semarang, percaya jika terkena lumpur menandakan mereka mendapat berkah.
Acara Tradisi Popokan juga diisi dengan membersihkan sendang, doa bersama, dan perebutan gunungan yang berisi makanan dan hasil bumi yang sebelumnya telah dibuat oleh warga setempat.
Nah itu tadi tiga tradisi yang masih dilestarikan di Semarang hingga saat ini. Sahabat Sonora juga jangan lupa untuk terus melestarikan budaya dan tradisi daerah masing-masing ya!
Penulis: Alivia Nuriyani Syiva