Sonora.ID - Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menggelar Pasar RHL di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, (18-19/3).
Salah satu selasar gedung diubah menjadi pasar tradisional yang menjual aneka hasil panen dari kegiatan RHL.
Kegiatan ini dilakukan dalam upaya mendukung keberlanjutan lingkungan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).
Di pasar tersebut, produk yang dijual berasal dari berbagai kelompok masyarakat yang terlibat dalam kegiatan RHL di sejumlah wilayah Indonesia.
Berbagai buah-buahan hingga hasil hutan lainnya dari wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Jawa Bali dan Nusa Tenggara ada di sana.
Kopi, Petai, Alpukat, Jambu Mete, Kemiri, Minyak Kayu Putih, Madu, serta berbagai rempah-rempahan lain dijajakan dengan harga yang terjangkau.
Pada saat pembukaan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengungkapkan, berbagai buah dan hasil panen lainnya yang hadir di Pasar RHL merupakan bukti bahwa menanam pohon memiliki banyak manfaat, baik untuk lingkungan maupun perekonomian masyarakat.
“Yang perlu dipahami oleh masyarakat, bahwa menanam pohon itu bukan hanya disuruh menanam saja, tapi ambil hasilnya juga. Ini keren banget,” ujar Siti di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, Senin (18/3).
Siti mengatakan RHL memang semestinya melibatkan peran aktif masyarakat secara luas.
Hal itu perlu dilakukan demi meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya menjaga lingkungan sekaligus memberikan nilai ekonomi.
“Terima kasih atas inovasi seperti ini. Inilah yang saya bilang inovasi sosial untuk masyarakat. Banyak hasil-hasil nyata. Ke depan, kita semakin optimistis dan harus dilanjutkan dengan baik semua kreasi-kreasi seperti ini,” tegas Siti.
Salah satu pencapaian utama dari program ini adalah peningkatan tutupan lahan secara signifikan.
Dalam kurun waktu 2015-2023, KLHK melalui Ditjen PDASRH telah berhasil merehabilitasi lahan seluas 1,9 juta hektar.
Melalui usaha bersama dan komitmen semua pihak untuk memulihkan ekosistem yang terganggu ini, telah menambah tutupan lahan yang sebelumnya tidak produktif menjadi area yang lebih produktif secara ekologi, ekonomi dan sosial.
Salah satu strategi sukses yang diterapkan dalam program ini adalah skema agroforestry. Skema agroforestry memberikan peluang bagi mereka untuk menanam berbagai jenis tanaman produktif yang dapat memberikan hasil panen secara berkelanjutan.
Dengan adanya skema agroforestry, masyarakat tidak hanya menikmati hasil panen yang dapat dijual untuk mendapatkan tambahan pendapatan, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan.
Model ini menciptakan hubungan simbiosis antara kebutuhan ekonomi masyarakat dan pelestarian hutan, sehingga tercipta kesinambungan yang berdampak positif dalam jangka panjang.
Di tengah upaya-upaya rehabilitasi yang dilakukan, telah terbentuk kelompok-kelompok masyarakat yang secara aktif terlibat dalam kegiatan RHL.
Kelompok-kelompok ini tidak hanya berperan sebagai pelaksana lapangan, tetapi juga sebagai produsen produk-produk hasil rehabilitasi hutan dan lahan yang bernilai ekonomis.
Kampanye menanam pada kesempatan itu, Direktur Jenderal PDASRH KLHK Dyah Murtiningsih mengungkapkan agenda Pasar RHL merupakan ajang bagi KLHK untuk menginformasikan kepada publik tentang hasil hutan dan lahan.
“Saya kira masyarakat di seluruh Indonesia sangat tertarik, ini jadi gerakan masyarakat untuk gemar menanam. Di lokasi-lokasi terbuka silakan menanam, kami siapkan bibitnya. Kita punya persemaian di seluruh Indonesia yang bisa diakses oleh semua masyarakat. Ini kampanye bagi masyarakat untuk selalu aware dengan lingkungannya dan memulihkan lingkungan,” ungkap Dyah.
Pada saat Pasar RHL sendiri, Dyah mengaku saat ini memang terdapat beberapa daerah yang belum terlibat karena kendala jarak dan musim panen yang berbeda-beda.
Namun ke depan, ia mengatakan, sesuai dengan arahan Menteri LHK, Pasar RHL akan diadakan minimal dua bulan sekali.
“Jadi hasil RHL ini kita tunjukkan kepada publik bahwa kita bersungguh-sungguh melakukan pemulihan lingkungan, baik hutan maupun lahan. Selain lingkungan pulih, masyarakat tentu akan sejahtera,” ucapnya.
Ekspor petai hingga Jepang dari beragam komoditas dipamerkan, salah satunya berasal dari Kebun Bibit Rakyat (KBR) di wilayah BPDAS Pemali Jratun, yang telah menghasilkan buah dan kayu.
Salah satu lokasi KBR yang telah memberikan manfaat tersebut berada di lahan Perhutanan Sosial Desa Sukobubuk, Kecamatan Mangorejo, Kabupaten Pati-Jawa Tengah.
Lokasi ini masuk DAS Juana, salah satu DAS yang dipulihkan dan berada pada pengunungan Patiayam.
Di sini dipamerkan hasil panen mulai dari petai, buah lemon, sirup dan dodol mangrove, minyak kayu putih.
“Petai yang telah berbuah merupakan tanaman KBR BPDAS Pemali Jratun tahun 2019 yang dilaksanakan KTH Sukobubuk Rejo,“ ujar Zayinul Farhi BPDAS Pemali Jratun.
Kegiatan KBR dimulai dari proses sampai bibit, diutarakan Farhi, semuanya kelompok masyarakat yang menentukan dan mengelolanya.
BPDAS membantu dari pemberian dana bergulir ke masyarakat dan pemilihan benih bibit yang akan mereka tanam.
Berdasarkan potensi petai hasil KBR yang dilakukan KTH Sukobubuk Rejo, pohon petai yang telah berbuah sekitar 15.000 batang, dengan hasil panen pertahun sekitar 10 ton.
Untuk harga rata-rata setiap ton 20 juta. Sehingga setiap tahunnya pendapatan dari petai KBR Sukobubuk sebesar Rp.200 juta.
Tak berhenti hanya rutin memenuhi pasar Jabodetabek, salah satu upaya meningkatkan nilai jual petai KTH Sububuk Rejo bersama mitra telah berhasil melakukan ekspor petai ke Jepang dengan kemasan vaccum.
“Sekitar dua mingguan lalu perdana ekspor tersebut dilakukan. Katanya di Jepang selain untuk olahan masakan, petai di Jepang juga menjadi camilan, “ ujar Farhi.